Momong Momor Momot merupakan falsafah karakter kepemimpinan berakarkan budaya lokal. Dikisahkan oleh mbok Cangik yang dikontekstualisasikan dalam atribut bos panutan oleh Limbuk.
Sekian warsa nyuwita alias mengabdi di kebun, menjadi bagian dari aneka tim juragan atau bos. Kagum dengan kiprah dan atribut para bos panutan. Tergelitik untuk mengulik atribut penciri para beliau.
Jujugan simbok yang Limbuk siapa lagi kalau bukan mbok Cangik. Ditunjuknya gudang ilmu alias tumpukan buku para bendara. Namun si Limbuk sedang ingin mendengar warisan pengetahuan dan kearifan mbok Cangik.
Sambil bersedekap mbok Cangik mulai bercerita dengan sudut pandang seorang simbok. Sebutan lain yang umum adalah emak, umi, mama, mami, meme, mamak, mommy maupun mother dan madam. Nah kan semua memuat huruf M. Kunci kepemimpinan bos panutan adalah atribut M.
Weladalah maksa banget, batin Limbuk. Sorot mata mbok Cangik terasa menajam, dibarengi intonasi penekanan beliau menyebut 3 M. Momong, momor, momot sebagai pilar atribut apalagi kalau dibarengi dengan mursid dan murakabi.
Kini giliran simbok Limbuk untuk kontekstualisasi atribut "momong momor momot" kepemimpinan bos panutan. Agar budaya lokal mbok Cangik dapat juga dapat dinikmati oleh pembaca Kompasiana.
Momong
Momong berkaitan dengan karakter melindungi, menguatkan, menjaga agar momongannya berada di "jalur" aman dan benar. Bahasa kekiniannya, bos yang baik memahami dan memiliki visi misi perusahaan ataupun lembaga yang jelas dan benar.