Lihat ke Halaman Asli

Suprihati

TERVERIFIKASI

Pembelajar alam penyuka cagar

Filosofi Ribut-Rukun ala Semar, Sibling Rivalry Tingkat Dewa

Diperbarui: 12 April 2021   14:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filosofi ribut rukun ala Semar (olahan pribadi)

Jagad pengasuhan anak alias parenting sangatlah riuh. Alamak indahnya saat rukun. Tak jarang terjadi keributan. Kompetisi antar kakak adik (sibling rivalry) bagian dari kehidupan keluarga. Menarik untuk menyimak filosofi ribut rukun ala Semar. Sibling Rivalry tingkat dewa.

Persaingan antar saudara dalam kehidupan keluarga baik keluarga mini hingga keluarga dalam artian luas bukanlah hal baru. Kisah Kain dan Habel, indahnya perdamaian Yakub-Esau usai pertikaian panjang tercatat dalam Alkitab.

Melongok dari sejarah menjumpai daftar panjang persaingan hingga perseteruan antar saudara kandung. Kisah Majapahit, Mataram hingga mancanegara membabarnya. Ada yang berakhir manis tak jarang menyisakan tragis.

Kompasiana sedang membabar topik sibling rivalry, persaingan antar saudara. Persaingan yang diwarnai oleh aneka rasa mulai dari iri, cemburu, dan saling curiga. Mendorong tindakan pertikaian ringan hingga berat. Aneka kisah dan kiat mengelolanya digelar oleh para Kompasianer.

Sibling rivalry di Kahyangan Jonggringsaloka

Mengambil sudut pandang sedikit berbeda, mari tengok kisah ribut rukun antar saudara kandung dari jagad pewayangan Jawa.

Kisah keluarga Batara Dewa Sang Hyang Tunggal yang memiliki putra kembar 3. Bayi-bayi lucu yang menggemaskan. Teman sepermainan sebaya yang mengasyikkan. Para dayang pengasuh pontang-panting dan tersenyum gembira menyaksikan kelucuan dalam tumbuh kembang mereka.

Antaga, Ismaya, dan Manikmaya. Mereka tiga bocah di Kahyangan Jonggringsaloka. Ribut rukun meraih perhatian ayah bunda. Gelut berebut permainan hingga rukun bermain bersama.

Persaingan semakin terasa saat masing-masing menyadari perihal putra mahkota penerus tahta kedewataan. Sebagian teredam oleh etika persaudaraan. Kadang kala membesar apalagi oleh kisikan kiri kanan pemancing kekisruhan suasana.

Antaga sang sulung merasa mestinya akulah sang putra mahkota. Ismaya sang tengah tak salah berharap aku si penyeimbang sulung bungsu calon pemegang tahta kedewataan. Begitupun Manikmaya sang bungsu, banyak cerita si bungsulah yang akan memimpin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline