Ada sajadah panjang terbentang
Dari kaki buaian
Sampai ke tepi kuburan hamba
Kuburan hamba bila mati
(lirik: Taufiq Ismail; lagu: Jaka Bimbo)
Rumah Puisi Taufiq Ismail
Ada suatu masa, kami sering sekali disuguhi pagelaran apresiasi puisi karya pujangga yang dokter hewan. Beliaulah Taufiq Ismail gelar Datuk Panji Alam Khalifatullah seorang penyair dan sastrawan besar.
Sebagai putra Singgalang beliau selalu merindunya dan mewujud melalui dibangunnya Rumah Puisi Taufiq Ismail (RPTI).
Rumah Puisi Taufiq Ismail sangatlah mudah diakses, berada di Nagari Aie Angek selepas Kota Padangpanjang dari Kota Padang. Berada satu kompleks dengan Rumah Budaya dan Cottage Aie Angek menjadi bagian dari pesona wisata Bukittinggi. Menggoda pelintas kota Padang - Bukittinggi, singgah sejenak, menyesap barang sebait puisi.
Sangat menyadari tidak mampu berpuisi, sehingga mengapresiasi setiap karya puisi yang sarat energi dan emosi. Namun kalau berkunjung ke rumah puisi, masih bisalah belajar menikmatinya.
Selain perpustakaan di lantai dua dengan koleksi sangat lengkap, secara teratur RPTI mengadakan aneka kegiatan pelatihan sastra. Secara berkala dihadirkan para pembicara yang penyair dari aneka daerah. Tersedia ruang diskusi/pelatihan yang nyaman, papan display hasil karya peserta.
Setiap hasil karya dievaluasi dan diapresiasi. Tak heran bila urang Minang terampil olah aksara, bijak meramu kata. Langkah pembinaan yang didukung oleh Pemda setempat.
Berjajar poster penyemangat berkarya melalui tulisan. Laiknya museum puisi digelar puisi-puisi inspiratif karya sang maestro. Sama sulitnya bagi saya untuk mengerti puisi dan lukisan. Lukisan adalah puisi yang diam, puisi adalah lukisan yang menyanyi (Simonedes, 556-468 SM) demikian kutipan dari RPTI.
Kebun berpuisi