Pertikaian dapat menghampiri siapapun, melibatkan pihak manapun. Aneka teori dan model dikembangkan untuk meredam pertikaian. Nah, menarik untuk belajar rahasia meredam pertikaian ala Situs Batu Batikam.
Situs Batu Batikam
Jalur perjalanan kembali dari di Istano Basa Pagaruyung di Kota Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, menuju Kota Padang sangatlah menawan. Tidak hanya suguhan pemandangan alam. Ragam budaya dari pengolahan lahan hingga arsitektura rumah adat.
Berbonus berjumpa Situs Prasasti Kubu Rajo I dan II. Prasasti penegas kejayaan negeri tanah emas (Swarnadwipa) sebutan Pulau Sumatera yang kawentar karena kepemimpinan yang tangguh dari orang besar berjiwa besar Raja Adityawarman.
Melaju sebentar dari Situs Prasasti Kubu Rajo I dan II , pandang kembali tertambat pada Situs Batu Batikam. Sayang sekali kalau tidak singgah. Cuaca mendung di sore hari membuat kompleks situs yang dinaungi pohon beringin tua dan pintu pagar tertutup terasa agak singup.
Secara administratif Cagar Budaya Situs Batu Batikam ini berada di Jorong Dusun Tuo, Nagari Limo Kaum, Kecamatan Lima Kaum, Tanah Datar, Sumatra Barat. Berada di tepi jalan raya jalur ke Padang Panjang.
Cukup mengambil gambar dari luar pagar dan saat kembali ke mobil, seorang Bapak menghampiri kami. Menawari untuk masuk situs namun gerimis yang mulai menderas membuat kami meneruskan perjalanan. Tentunya sangat penasaran dengan Situs Batu Batikam.
Cagar budaya dengan status situs ini memiliki no registrasi Nasional RNCB.20100108.04.000315 dan dasar penetapan SK Menteri NoPM.05/PW.007/MKP/2010. Termasuk dalam pengelolaan BPCB Batusangkar.
Secara fisik Situs Batu Batikam adalah prasasti berupa batu berlubang. Berbentuk segitiga dengan posisi terbalik. Batu jenis Andesit dengan dimensi ukuran 55 x 20 x 40 sentimeter.
Diyakini bekas ditikam keris Datuk Parpatiah Nan Sabatang. Sebagai simbol prasasti berakhirnya perselisihan dengan kakaknya yakni Datuk Katamanggungan mengenai soal adat. Harmonisasi bani Piliang dan Chaniago yang semula bersengketa. Salah satu kearifan lokal masyarakat adat.
Menuliskan deskripsi situs dari papan penanda. "Luas situs 1.800 m2, dulu berfungsi sebagai medan nan bapaneh, tempat bermusyawarah kepala suku. Susunan batu-batu seperti sandaran tempat duduk. Berbentuk persegi panjang melingkar. Pada bagian tengah terdapat batu batikam (batu berlubang) dari bahan batuan Andesit. Batu ini berukuran 55 x 20 x 40 sentimeter, berbentuk hampir segitiga. Menurut kepercayaan tradisional Minangkabau, batu ini berlubang karena ditikam oleh Datuk Parpatiah Nan Sabatang sebagai tanda berakhirnya perselisihan dengan Datuk Katamanggungan mengenai soal adat."