Setiap daerah memiliki kekhasan kuliner, begitupun Kabupaten Gunung Kidul. Sebut saja sega abang dengan jangan lombok, kombinasi nasi merah dengan sayur tempe rasa super pedas berkuah santan yang ngangeni.
Gatot berpasangan dengan tiwul yang memiliki sejarah panjang. Atau yang lebih sensasional walang goreng yang identik dengan kuliner ekstrim.
Menikmati sepiring nasi merah dengan sayur jangan lombok, brongkos campuran tahu-kacang merah-kulit melinjo, trancam dan gudeg daun pepaya. Mendapat asupan protein dari lauk ikan wader, entung jati bahkan walang goreng.
Setiap suapan adalah luapan dari syukur atas berkat hari ini, berpadu dengan kearifan lokal khas Gunung Kidul yang berkolaborasi meracik kedaulatan pangan lokal. Mari simak alur pikirnya.
Pangan sumber karbohidrat di Gunung Kidul
Bentang alam Kabupaten Gunung Kidul bersifat khas. Formasi jajaran bukit seribu yang berasal dari proses pengangkatan dasar laut. Sifat bahan induk tanah batuan gamping yang tak mampu menyimpan air hujan di permukaan namun meloloskannya ke daerah bawah tanah menjadi air bumi. Akibatnya permukaan bumi terasa gersang terutama di musim kemarau.
Hamparan sawah terbatas. Hanya ceruk sempit diantara tonjolan bukit yang mampu menampung air untuk padi sawah. Selebihnya adalah padi ladang dan hamparan utamanya adalah jagung dan ubi kayu. Data kuantitatif yang diambil dari Gunung Kidul dalam angka 2017, disajikan pada tabel berikut.
Masyarakat Gunung Kidul pandai bersyukur. Saat bertelut memohon, berilah makanan hari ini yang secukupnya, lantunan pinta tanpa syarat dengan mengolah hasil bumi yang ada.
Tak heran sepiring nasi pulen dari hasil sawah, ataupun nasi ladang gogo merah sama lezatnya dengan nasi jagung. Sega tiwul berbahan dasar tepung dan gatot asal gaplek singkong kering memiliki sejarah panjang pemenuh karbohidrat masyarakat.
Singkong adalah andalan hasil bumi sumber pangan lokal. Penanganan pasca panen singkong untuk penyimpanan persediaan musim paceklik (sulit pangan) yang paling tua dengan cara kupas jemur kering yang disebut gaplek. Teknologi olahan lanjut dari gaplek yang paling awal dibuatlah tiwul maupun gatot. Jadilah tiwul maupun gatot yang melekat dengan Gunung Kidul.
Saat kini era pariwisata sebagai penggerak ekonomi setempat makin marak, masyarakat Gunung Kidul tak melupakan akarnya. Menghargai kearifan lokal melalui pangan lokal dan mengemasnya menjadi bagian dari daya pikat wisata. Berjajar kuliner yang menjajakan sumber karbohidrat lokal.