Kelompok Wanita Tani Merapi Asri
Memasuki Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang terasa sangat sejuk karena berada di lereng atas Gunung Merapi sisi Barat Laut. Kami mencari Ibu Srini ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Merapi Asri. Tipikal wilayah pedesaan yang hampir semua penduduknya saling mengenal, segera kami diarahkan ke rumah beliau.
Rumah besar di pekarangan yang luas, halaman depan ditanami brambang merah, tritisan rumah penuh dengan tanaman peterseli, samping kiri terlihat rumah plastik penuh dengan sayuran siap petik. Berada di sisi kiri belakang rumah rumah kemas Desa Sengi bantuan pemerintah. Seputar rumah adalah green house pertanian organik yang menerapkan sistem barrier/penghalang dari lingkungan sekitar yang belum sepenuhnya menerapkan sistem organik.
Kami bagaikan tamu sok akrab, memasuki rumah dari arah belakang, ooaagh terdengar lenguhan lembu yang berada di kandang belakang rumah. Antara kandang dengan rumah induk, kembali hamparan aneka tanaman dengan ruang-ruang diskusi kelas sekolah lapang tempat ibu Srini dan KWT Merapi Asri melakukan pelatihan, menerima tetamu dari aneka lembaga maupun perorangan.
Kami sengaja blusukan menemui Ibu Srini di rumah beliau. Bagian dari pelacakan prestasi KWT Merapi Asri yang tersiar dari Kabupaten Magelang. Kelompok tani yang berhasil ekspor sayuran berawal dari buncis. Geliat ekonomi dari erupsi G. Merapi tahun 2010. Petani wanita Desa Sengi bagian dari Kecamatan Dukun yang salah satu pusat sayuran Kabupaten Magelang tak mau berpangku tangan, rajin menyingsingkan lengan baju mengolah berkah lahan lereng Merapi yang subur.
Aneka prestasi KWT Merapi Asri terlihat di dokumentasi rumah kemas. Rumah kemas tempat panenan dari lahan disortir, dikemas cantik. Setoran hasil panen dari anggota ditimbang, dicatat untuk penentuan hasil penjualan. Produk segar didistribusikan dengan kendaraan berpendingin untuk menjamin mutu panen.
Srini Srikandi dari Desa Sengi
Keseharian Ibu Srini adalah seorang guru. Beliau tergerak untuk menjadi guru bagi dirinya sendiri dalam berolah tani, lalu menjadi guru bagi keluarganya bersama suami yang sangat mendukung kiprahnya yang terbukti mampu menyandarkan sumber ekonomi penghidupan dari bertani. Tak cukup hanya itu, beliau merangkul para wanita tani, menyadari hanya dengan bersatu membentuk kelompok maka kekuatan perjuangan menjadi lebih nyata, hadirlah KWT Merapi Asri.
'Ibu tidak usah mampir jajan, dhahar siang seadanya di rumah saya saja ya' demikian tulis beliau ramah melalui komunikasi WA dengan tim kami. Padahal beliau tidak mengenal kami juga belum tahu maksud kedatangan kami, suatu keramahan khas wanita asuhan Merapi. Menjadi penggembira tim yang melakukan pengecekan lapang dalam rangka penghargaan kewirausahaan petani, kategori wanita penggerak kewirausahaan sosial kepada Ibu srini, saya berkesempatan jalan-jalan ke kebun beliau bulan Mei 2017.
Usai menikmati santap siang dan menyampaikan maksud tujuan seraya mengundang beliau hadir menerima penghargaan, tim menawari beliau mengisi bazar pameran produk pertanian dari Sengi. Tipikal wanita wirausaha beliau langsung menyanggupi dengan mengidentifikasi produk yang hendak ditawarkan. 'Kami KWT punya produk telur organik dengan keistimewaan bla..bla..bla...kalau saya bawa 5 kg bisa habiskah?' 'Bisa lah Ibu, 5 orang beli @1kg juga habis' 'Baik, kami akan membawa 20 kg telor organik' Beliau segera mengontak anggota untuk mengajak berperan serta dan menyediakan materi yang dimaksud. Begitupun untuk produk yang lain, dirangkulnya banyak anggota untuk memperkenalkan produk unggulan kelompok.
Pendekatan beliau tetaplah bernuansa keibuan, ada nada membujuk, meyakinkan anggota dalam berusaha tani. Layaknya Srikandi yang lemah lembut sekaligus trengginas, ibu Srini juga terampil memainkan keunggulan kelompoknya dalam komunikasi jejaring usaha. Terobosan pemasaran, penerapan teknologi semisal bertanam dalam green house, penggunaan jaring pelindung hingga pengenalan jenis tanaman unik ditempuhnya. Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa dan tut wuri handayani meneladan Ki Hajar Dewantara, beliau terapkan dalam kepemimpinannya. Tak pernah mau disebut ketua, beliau merendah dengan sesanti mari belajar bersama.