Lihat ke Halaman Asli

novy khayra

Aspire to inspire

Ratu Elizabeth II Mangkat, 5 Hal yang Dapat Kita Pelajari dari Perjalanan Hidupnya

Diperbarui: 12 September 2022   08:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ratu Elizabeth II saat muda dan tua (sumber :intisari.grid.id)

Meninggalnya Ratu Elizabeth II tidak hanya memberikan  kedukaan bagi keluarga, rakyat Britania beserta persemakmurannya, namun juga dunia. Mangkat di usia 96 tahun menjadikannya sebagai pemegang kekuasaan terlama sepanjang sejarah Britania Raya yaitu 70 tahun. Sebagai Ratu kerajaan monarki terbesar dunia, apa yang dapat kita pelajari dari perjalanan hidupnya?

Kapasitas Pemimpin Tidak Selalu ditentukan oleh Usia dan Gender

Menjabat sebagai Ratu di usia yang masih muda yaitu 27 tahun, nyatanya Ratu Elizabeth tidak kehilangan pamor di mata pejabat, prajurit, dan rakyatnya. Selain usianya yang masih muda, saat itu dunia cukup kacau dan sedang menata peradaban akibat Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Bahkan sebelum dilantik, dirinya sering mewakili ayahnya raja George VI dalam pertemuan diplomatik dan politik.

Menariknya, sesaat setelah naik tahta, dirinya berjanji untuk setia hingga akhir hayatnya melayani Inggris dan persemakmurannya. Hal ini kemudian dibuktikan dengan masih aktifnya di usia yang sudah lansia, dia masih muncul di public bahkan dua hari sebelum kematiannya. Berbeda dengan ayahnya dulu yang sempat mewakilkan urusan kenegaraan pada dirinya saat sedang sakit-sakitan.

Berbeda dengan Monarki di Timur yang cukup bias jender dimana yang diperbolehkan menjadi raja adalah Pria, monarki di Eropa lebih menganggap jender setara dan lebih mengutamakan factor hereditas yaitu anak tertua raja terlepas dia pria atau wanita. 

Hal ini dibuktikan dengan naik tahtanya ratu Inggris yang terkenal yaitu Ratu Victoria dan Ratu Elizabeth. Bahkan saat Indonesia dijajah oleh Belanda, saat itu Belanda juga sedang dikuasai seorang ratu yaitu ratu Wilhelmina.

Meski Monarki Timur kini bias gender, nyatanya Nusantara pernah juga dipimpin banyak Ratu, Misalnya Ratu Kalinyamat, Tribuanatunggadewi, Gayatri Rajapatni, Dyah Tulodhong, Dyah Suhita, Ratu Shima, Empat generasi Sultanah di Aceh mulai dari Ratu Safiatudin, Naqiatudin, Zaqiatudin, dan Zainatudin.

Sultanah terakhir Zainatudin ini dilengserkan oleh lawan politiknya yang berdalih bahwa dalam Islam perempuan dilarang menjadi pemimpin dengan mendatangkan ulama dari Arab. Ulama tersebut melengserkan Sang Ratu atas dasar tafsir Al Qura.  Berikut Salah satu ayat yang sering jadi rujukan adalah ayat ke-34 surat an-Nisa:

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka."

Perkataan qowwamun sering diartikan sebagai pemimpin. Konsekuensinya ayat ini memposisikan yang memimpin dengan yang dipimpin. Penafsiran ini tidak salah. Namun sayangnya sering menjadi landasan ketidaksejajaran pria dan wanita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline