Meskipun saya bukan orang yang tinggal di Jakarta dan bukan pula komunitas bersepeda tapi saya ingin turut bersuara terhadap isu ini. Jalur pesepeda perlukah dibongkar? Jawabannya tidak.
Jadi menurut hemat saya Kapolri tidak perlu studi banding ke negara maju, selain membuang uang dan membuang waktu, studi banding juga beresiko terhadap kesehatan terlebih dengan sudah bayaknya varian mutan covid- 19 yang tersebar.
Varian mutan ini kan beresiko tidak hanya untuk yang belum vaksin tapi juga bagi yang sudah. Mengapa alasan pembongkaran terdengar tidak relevan dan tidak perlu dilakukan ? Berikut alasannya:
Jalur pesepeda bukan bentuk diskriminasi
Awal mula anggapan jalur pesepeda dianggap diskriminasi karena pengendara mobil dan motor menganggap jalur pesepeda adalah bentuk privilege untuk sampai tujuan lebih cepat ketimbang yang kendaraan bermotor. Opsi ini mengkhawatirkan bilamana pemilik motor mahal juga menuntut hak yang sama. Opini ini cacat logika karena sudut pandang yang dilihat adalah harga sepeda yang digunakan pesepeda di jalur pesepeda adalah harga mahal, sehingga menganggap bahwa privilege tersebut berdasarkan harga. Tidak terkecuali tuntutan untuk pemilik kendaraan mahal yang lain.
Logika jalur pesepeda seharusnya dilihat bukan pada harga, melainkan dampaknya pada lingkungan. Jalur pesepeda adalah bentuk substitusi dari kendaraan bermotor yang memiliki dampak positif jauh lebih banyak yaitu pertama mengurangi polusi udara dan kedua menggalakkan hidup sehat banyak gerak. Dengan kata lain jika pengendara mobil dan motor ingin cepat juga, jawabannya sederhana beralihlah naik sepeda.
Jalur Pesepeda Seharusnya Tidak Menyebabkan Macet
Pada dasarnya selama ibu kota belum pindah, Jakarta akan terus macet walaupun nanti jalur pesepeda benar-benar dibongkar. Karena hal itu bukan solusi yang signifikan. Tata kota dan kelola Jakarta yang dulu tidak visioner seperti calon IKN masa depan di pulau Kalimantan yang mengedepankan moda transportasi umum. Terlebih volume kendaraan bermotor yang terus meningkat, ya yang ada paling cuma nambah jumlah jalan layang seperti sebelum-sebelumnya
Kapolri cukup bijaksana dengan bilang akan belajar dari negara maju dan merupakan jawaban diplomatis. Namun sebenarnya tidak perlu berangkat kesana ya.. karena kita bisa belajar dari film documenter, film biasa, koran, jurnal, majalah, berita, dan sebagainya betapa sepeda lekat dengan kehidupan negara maju. Contohnya Eropa, Cina, Jepang adalah negara-negara yang hobi bersepeda dan jalan kaki.
Katanya alasan sepeda menimbulkan macet adalah karena mengambil sebagian jalan dari pengendara kendaraan bermotor. Padahal kalau logika analisa ruang dipakai, satu mobil paling tidak mengambil ruang 3 x 2 meter bayangkan jika hanya berisi 2 orang bahkan 1 orang. Ruang dengan luas yang sama bisa untuk berapa sepeda? Bisa 4 -6 orang. Mana yang lebih efisien? Jadi sepeda menimbulkan macet adalah salah besar. Belajarlah dengan kearifan kehidupan desa yang tidak macet karena tidak semua rumah menggunakan mobil dan kalaupun punya tidak setiap anggota punya masing-masing.