Sahabat semua mungkin ada yang pernah mengalami ini, kan?
"Bu, adek ini lho maunya ambil punya kakak terus. Adek ini iri sama kakak."
"Bu, kakak juga mau seperti punya adek, kenapa kakak tidak dikasih. Ibu beri itu ke adek terus."
"Bu, kenapa odol punya adek beda dengan punya kakak? Itu lebih bagus ya?"
dan masih banyak lagi.
Lalu kita, kemungkinan akan menjawab atau menjelaskan seperti ini:
"Kakak, berikan itu pada adekmu. Kasihan adek. Kakak mengalah dong. Adek kan masih kecil."
"Kakak kan bisa makan banyak jenis makanan, sementara adek tidak. Bayangkan, saat kakak makan coklat, adek tidak boleh lihat atau adek tidak boleh tahu karena adek tidak boleh memakannya. Jadi, kakak jangan iri sama apa yang adek dapatkan."
"Kakak, punya adek kan tidak boleh ada kandungan ini bla bla bla......Nah, kakak kan tidak, jadi tidak masalah ya?"
atau banyak lagi kemungkinan lain.
Cuplikan dialog itu nyata sebagai bentuk Sibling Rivalry di lingkungan kita. Lebih tepatnya sibling rivalry pada anak berkebutuhan khusus (ABK), yang dalam contoh ini adalah Adek .
Adek sedang mengalami Behavior dan Sensory Disorder. Sebenarnya ada banyak jenis penyakit yang muncul dalam masa tumbuh kembang anak, seperti attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), Central auditory processing disorder (CAPD), Cerebral palsy, Autism spectrum disorder (ASD), dan sebagainya.
Kami sebagai orang tua sangat terlambat memahami bahwa salah seorang anak kami mengalami salah satu dari penyakit tersebut. Mengapa demikian? Apakah kami tidak memperhatikan anak? Tidak. Sebenarnya kami lalai dan terlalu percaya pada ungkapan lingkungan sekitar
Ah, itu biasa pada anak. Memang anak-anak banyak juga yang lambat bicara
atau
Nanti juga bicara, si A dulu juga lama
Dan masih banyak lagi tanggapan yang sebenarnya membuat orang tua lambat menyadari bahwa telah terjadi sesuatu pada anaknya.
Lalu bagaimana dengan anak lainnya? Apakah mereka bisa memahami bahwa saudaranya tengah mengalami dan menjalani sesuatu yang berbeda dengannya?