Kapten John Miller melakukannya di Saving Private Ryan. Guido melakukannya di Life is Beautiful. Tony Stark juga melakukannya di Avengers: End Game. Ketiga tokoh itu melakukan hal yang sama di masing-masing plot cerita film mereka. Berkorban.
Pengorbanan menjadi tema yang sering kali dibawa sineas ke dalam film-film mereka. Lewat pengorbanan emosi penonton diharapkan bisa mengalir bersama emosi tokoh-tokoh di film itu. Ada banyak drama dan konflik yang bisa jadi latar belakang adanya sebuah pengorbanan. Sebaliknya, ada banyak drama dan konflik yang bisa digali dari adanya pengorbanan.
Pengorbanan dilakukan pula oleh tokoh-tokoh yang ada di film Knock at The Cabin. Di film ini, Andrew, Eric dan Wen mendatangi sebuah rumah peristirahatan untuk berlibur. Lokasinya ada di tengah hutan. Semuanya berjalan baik-baik saja, hingga empat orang asing memaksa masuk ke dalam rumah. Keempat orang itu adalah Leonard, Redmond, Adrian, dan Sabrina. Di dalam rumah, keempat orang tidak dikenal itu meminta Andrew, Eric dan Wen untuk berkorban. Mereka juga membeberkan konsekuensi yang akan terjadi jika pengorbanan tidak dilakukan.
Night at The Cabin di direct oleh M. Night Shyamalan. Film ini dibintangi oleh Dave Bautista, Rupert Grint, Ben Aldridge, Jonathan Groff dan aktris cilik Kristen Cui.
M. Night Shyamalan bukan sutradara abal-abal. Di genre thriller, karya-karya Shyamalan sudah sering jadi perbincangan. Baik di kalangan kritikus maupun penonton film. Beberapa diantaranya adalah Sixth Sense, Signs dan Split. Meski demikian, tidak sedikit film-film garapan Shyamalan gagal memikat hati penonton. Buat saya, Knock at The Cabin adalah salah satunya.
Di film Knock at The Cabin, Shyamalan tidak berhasil menggambarkan dengan baik akibat yang akan terjadi jika pengorbanan tidak dilakukan. Shyamalan juga gagal merakit sense of urgency dari pengorbanan yang harus dilakukan. Padahal konsekuensi dan sense of urgency sangat dibutuhkan untuk memicu dan mengalirkan emosi penonton.
Lewat dialognya Leonard memang mengabarkan konsekuensi itu kepada ketiga orang penghuni rumah. Leonard juga berusaha memvisualisasikan konsekuensi itu via tayangan televisi. Tapi terlepas apakah ketiga orang penghuni rumah menerima atau menolak permintaan Leonard, dialog Leonard dan visualisasi itu sulit menggerakkan emosi saya untuk bisa merunut, apalagi larut ke dalam alur cerita film ini.
Barulah saat kejadian pesawat berjatuhan, saya mulai berpikir, "wah ini serius nih". Tapi pra kejadian itu, Shyamalan seperti terlalu sibuk memperkenalkan empat orang asing yang masuk ke rumah Andrew, Eric dan Wen. Shyamalan juga sibuk menghambur-hamburkan durasi (dan talenta para aktor dan aktris di film ini) untuk menggambarkan vision/penerawangan yang mereka dapatkan - yang hasilnya sebenarnya juga janggal, tidak maksimal dan rumit untuk dikorelasikan dengan plot cerita.
Konsekuensi adalah akibat yang terjadi jika sebuah pengorbanan tidak dilakukan. Di film Saving Private Ryan, seorang ibu terancam kehilangan semua anaknya jika Kapten Miller memilih untuk tidak blusukan di Perancis. Sutradara film itu menggambarkan (dan menguatkan) kesedihan yang bisa dirasakan sang ibu lewat berbagai kepedihan yang bisa terjadi akibat perang - dimulai dari saat anak-anak muda berseragam tentara muntah-muntah diatas kapal mereka.
Sedangkan sense of urgency atau 'keterdesakan' seringkali berhubungan dengan waktu. Bisa 'segera', bisa juga 'pada akhirnya'. Di film Saving Private Ryan, Ryan harus segera ditemukan sebelum peluru tentara Jerman mengambil nyawanya. Resiko itu sangat mungkin terjadi karena Ryan adalah tentara Amerika yang diterjunkan ke medan Perang Dunia II. Di sepanjang durasi Saving Private Ryan, lima orang anak buah Kapten Miller harus gugur sebelum akhirnya Ryan berhasil ditemukan. Kejadian gugurnya kelima orang itu bahkan jadi "tontonan tersendiri".