Lihat ke Halaman Asli

Novi Handayani

IRT Adventurer

Berikan Satu Tasmu, Nyonya

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Selepas mengantar si sulung sekolah di pagi hari, saya biasa menikmati sarapan ringan dan secangkir teh hangat di depan televisi sebelum melanjutkan aktifitas mengurus rumah tangga. Sementara si bungsu sibuk dengan mainannya, saya melihat sekilas ada apa dengan dunia melalui berita. Saya suka sekali dengan kegiatan ini karena saat inilah salah satu cara saya refreshing selain melongok Kompasiana.

Kebetulan pagi itu di layar kaca nampak seorang wanita cantik sedang berdandan. Usianya mungkin sekitar 40 tahun. Selesai berdandan, ia membuka lemarinya dan memilih salah satu bajunya yang nampak tidak ada yang murah alias berkelas. Lalu ia membuka kotak perhiasannya yang lagi-lagi sepertinya mahal, dipilihnya aksesoris yang tampak 'chick' dengan baju yang ia pilih tadi. Setelah itu ia membuka lemari khusus tas-tas koleksinya yang sudah pasti bermerek kelas dunia. Sekali lagi ia bercermin dan nampak puas dengan penampilannya yang anggun dan glamour. Setelah ia merasa tampak cantik dan siap untuk pergi., ia menemui putri kecilnya yang sedang bermain dengan babysitter. Ia mencium sekilas dan berpesan pada babysitternya untuk menjaga putrinya dengan baik. Saya pikir ini sinetron atau apa sih? Padahal ini kan bukan jamnya sinetron. Dan ternyata memang bukan sinetron, hanya liputan khusus.

Sudah saya duga sebelumnya kemana ia pergi. Dan ternyata benar, ia pergi ke sebuah kafe untuk bertemu dengan teman-temannya yang tak kalah glamour dengannya. Mereka adalah sekumpulan sosialita yang mengadakan arisan. Setelah bersapa riang dan 'cipika-cipiki' satu sama lain, dengan hebohnya mereka melihat tas-tas bermerek dagangan salah satu dari mereka. Yang menurut pembawa narasinya harga tas-tas itu mencapai puluhan juta rupiah bahkan ada yang ratusan juta. Lalu mereka mengocok kertas-kertas kecil bertuliskan nama-nama mereka. Yang membuat saya makin terpukau dengan tayangan ini adalah arisan mereka tidak menggunakan uang rupiah melainkan dengan uang US dollar. Sekali pertemuan mereka membayar USD. 200. Kebayang kan dapatnya berapa?

Pertemuan ini memang tidak hanya bertujuan arisan saja, tapi juga bertukar informasi dan menjalin relasi bisnis. Tak jarang pula seusai arisan mereka berbelanja bersama di butik-butik adibusana. Tidak hanya di Indonesia saja, sesekali mereka jalan-jalan bersama ke luar negeri hanya untuk berbelanja.

Setelah liputan khusus ini selesai saya pindah channel untuk melihat berita lain. Kemudian saya lagi-lagi terpaku melihat tayangan berita tentang seoarang ibu muda yang menggendong bayi kecilnya yang berkepala besar. Ya, bayi laki-laki itu melebihi ukuran menderita hydrocephalus. Kepalanya membesar melebihi ukuran normal sehingga ia hanya bisa terbaring.

Keluarganya tinggal di suatu desa yang saya tidak ingat karena saya tidak sempat melihat berita ini dari awal. Ayahnya yang hanya seorang buruh bangunan tidak sanggup membawa si kecil ke rumah sakit untuk berobat apalagi untuk operasi. Ibunya merawat si bayi kecil dengan penuh kasih meskipun seadanya. Sesekali ia mengajak si bayi bercanda dan rupanya si bayi mengerti, ia membalas dengan senyuman lebar.

Ketika diwawancarai, si ibu yang terlihat pasrah hanya mengatakan, " Yah, kalo dibantu berobat ya alhamdulillah, kalo tidak dibantu ya tidak apa-apa ya dek ya?" sembari mengajak putranya bicara dan bayi kecil itupun membalas dengan senyuman. Si ibu memang tampak tegar, pasrah dan ikhlas. Tidak ada tangisan mengiba, memohon agar membantu pengobatan bayi kecilnya. Sungguh menyesakkan dada melihat tayangan berita ini.

Apalagi mengingat liputan khusus tadi yang membahas seorang sosialita yang juga seorang ibu. Saya hanya bisa ngelus dada dan prihatin dengan keadaan kedua ibu itu. Satunya tampak bergelimang harta, membeli tas super mahal dagangan temannya padahal tasnya berjajar hingga punya lemari khusus. Dan yang satunya miskin hingga tidak bisa membawa putranya yang terkena hydrocephalus ke rumah sakit dan merawat putranya semampunya.

Saya jadi berpikir, tas super mahal yang dibeli si ibu sosialita itu pasti cukup untuk biaya operasi bayi kecil itu. Padahal saya yakin tas yang dibeli itu akan turut berjajar di lemari khusus menunggu giliran dipakai oleh si pemilik. Sedangkan operasi itu harus sesegera mungkin dilakukan untuk keselamatan dan kelangsungan hidup bayi kecil tadi. Operasi yang menentukan masa depannya. Hingga rasanya saya ingin bertemu dengan si ibu sosialita dan meminta satu tasnya untuk biaya oprasi bayi malang itu. Wahai, nyonya! Tolong berikan satu tasmu pada bayi kecil itu. Please...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline