Sepasang sepatu tua dan koran usang
menyebut pagi adalah miliknya
Mungkin ia suka
Atau hanya sekadar untuk dikenang.
Bukan berarti kehadirannya
Membuatmu berharga
Hanya karena ada
Aku mengangguk, membenarkan,
Seraya menyeruput kopi
Di atas meja, di pagi yang tak tentu.
Seutas benang merajut di sela waktu
Menggulung debu di tepi sandal yang tak lagi
Ingat jejaknya sendiri
Ada cangkir-cangkir yang retak
Menampung sisa-sisa karat.
Angka-angka pada jam dinding itu berlari
Seperti kita yang menunggu tanpa tahu yang dinanti
Senyum yang selalu kembali ke dalam pelukan yang sama.
Pukul berapa hari ini?
Tanyaku pada bapak tua di kursi goyangnya.
Pukul tujuh" katanya
Sambil menggerutu di atas cerutu
Seperti ratusan hari sebelumnya,
Dialog kita tak bosan untuk berulang.
Sukabumi, 27 September 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H