Lihat ke Halaman Asli

Krisis Demokrasi

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demokrasi bisa tertindas sementara, karena kesalahan nya sendiri, tetapi ia telah mengalami cobaan yang demikian pahit. Demokrasi muncul kembali dengan penuh kesadaran. Apa yang terjadi sekarang adalah krisis dari demokrasi. Demokrasi yang tidak kenal batas kemerdekaannya, lupa akan syarat-syarat hidupnya dan menjadi anarki, lambat laun akan digantikan oleh diktaktur. Demokrasi dapat berjalan baik, apabila ada rasa tanggungjawab dan toleransi pada pemimpin-pemimpin politik. Inilah yang kurang pada pemimpin-pemimpin partai seperti yang telah berkali-kali di peringatkan. Pada permulaan kemerdekaan sesudah proklamasi 17 agustus 1945,orang merasakan benar-benar tanggungjawabnya. Tetapi setelah kemerdekaanitu diakui oleh seluruh dunia, sebagai hasil dari konperensi meja bundar (KMB) di Den Haag pada akhir yahun 1949,orang melupakan syarat-syarat untuk membangun demokrasi di dalam praktek.

Semangat ultra demokratis yang membabi buta di dada pemimpin-pemimpin partai mengubah sistem pemerintahan dari pemerintah presidensial yang terkandung di dalam undang-undang dasar 1945 telah menjadi kabinet parlementer sistem kabinet parlementer seperti berlaku di eropa barat, dimana pemerintah bertanggungjawab kepada parlemen,orang menganggap lebih demokratis dari sistem pemerintahan presidensial. Orang lupa bahwa indonesia dalam masa peralihan ke pemerintahan nasional yang demokratis memerlukan suatu pemerintahan yang kuat. Lahirnya gagasan dwitunggal pada waktu itu bukan lah suatu hal yang dibuat-buat, melainkan suatu kenyataan yang di kehendaki oleh keadaan.

Dimasa republik indonesia yang pertama, telah dicoba merubah sistem pemerintah presidensial menjadi sistem kabinet parlementer yang dipimpin oleh seorang perdana menteri yang bertanggungjawab kepada badan pekerja komite nasional pusat. Alasan yang dikemukanan adalah supaya presiden dan wakil presiden tetap dan tidak terganggu gugat dalam pemimpin negara. Presiden dan wakil presiden dilindungi oleh kabinet yang bertanggung jawab secara politik, yang setiap waktu bahkan dapat di ganti kalau perlu.

Tetapi sesudah itu semangat ultra demokratis muncul kembali, dalam undang-undang dasar 1950 diterapkan sistem kabinet parlementer. Dwitunggal soekarno-hatta dijadikan simbol negara belaka, dalam kedudukan presiden dan wakil presiden yang konstitusional dan tidak dapat diganggu gugat. Dan mulai saat itu pada hakekatnya tamatlah sejarah dwitunggal dalam politik indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline