Lihat ke Halaman Asli

Novita Ramadhani

Mahasiswi Universitas Indonesia

Pengaruh Nilai Profesionalisme Perawat Terhadap Mutu Rumah Sakit

Diperbarui: 19 Mei 2020   08:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pelayanan kesehatan rumah sakit Indonesia di masyarakat bisa dibilang belum sepenuhnya berhasil. Masih beredar keluhan-keluhan dari masyarakat mengenai pelayanan kesehatan tersebut, terutama sikap perawat kepada pasien atau keluarga pasien. Namun, keluhan tersebut juga tidak terjadi di semua rumah sakit di Indonesia. Hanya tipe-tipe tertentu yang mendapat umpan balik kurang memuaskan dari pasien. Macam rumah sakit dibagi menjadi beberapa macam menurut Djojodibroto (1997), salah satunya adalah macam menurut pemilik yang dibagi menjadi dua, yaitu Rumah Sakit Pemerintah (Government Hospital) dan Rumah Sakit Swasta (Privat Hospital). Banyak masyarakat golongan menengah keatas atau masyarakat mampu yang lebih memilih Rumah Sakit Swasta ketimbang Rumah Sakit Pemerintah untuk menangani masalah kesehatan mereka karena pelayanan yang lebih ramah sehingga tingkat kepuasan tiap pasien lebih tinggi. Berbeda dengan masyarakat golongan menengah kebawah, mereka hanya bisa menerima pelayanan yang ada suka atau tidak suka karena keterbatasan dana yang mereka punya.

Terkadang, pelayanan yang kurang baik dari tenaga kesehatan bukan hanya berimbas kepada kepuasaan dan mutu rumah sakit tetapi juga dapat berakibat kesalahan teknis fatal yang dapat membahayakan pasien. Salah satu contohnya dikutip dari Portal Berita Mahasiswa (2016), Pasien yang bernama Alisia Dwi Yuniaty yang berusia 19 tahun mengalami pembengkakan pada tangan kirinya dikarenakan kelalaian perawat yang tidak mengganti infusnya setelah 3 hari. Bahkan perawat tersebut sebelumnya mengatakan bahwa infus yang tidak diganti meskipun lewat 3 hari tidak akan terjadi apa-apa ke pasien selagi infus itu tetap berjalan. Hal itu membuktikan bahwa perawat di Indonesia belum sepenuhnya menerapka nilai profesionalisme yang seharusnya dianut selama menjalani profesi sebagai perawat.

Pelayanan kesehatan yang buruk akan berdampak kepada mutu rumah sakit. Dimensi mutu menurutut World Health Organization (2006), terdapat 6 dimensi mutu. Pertama adalah efektif atau effective, yaitu pelayanan kesehatan yang erat pada basis bukti dan berhasil dalam meningkatkan luaran kesehatan individua tau komunitas berdasarkan kebutuhan, Kedua adalah efisiensi atau efficient, yaitu pelayanan kesehatan yang memaksimalkan sumber daya dan menghindari pemborosan. Ketiga, mudah diakses atau accessible, yaitu pelayanan kesehatan yang tepat waktu, wajar secara geografis, dan disediakan dalam kerangka yang tepat dari sisi keterampilan dan sumber daya untuk memeuhi kebutuhan. Keempat adalah diterima atau accepted (Patient centred), yaitu pelayanan kesehatan yang mempertimbangkan pilihan dan aspirasi individu pengguna layanan dan budaya komunitasnya. Kelima, tidak berpihak atau equity, yaitu pelayanan kesehatan yang tidak berbeda dalam kualitas karena karakteristik personal seperti gender, ras, etnis, lokasi geografis, dan status sosio ekonomi. Dan yang terakhir ialah aman atau safe, yaitu Pelayanan kesehatan yang meminimalisasi resiko dan harm. Kasus perawat yang tidak kompeten, membuat dimensi mutu tidak terlaksana dengan lengkap. Perawat yang tidak mempertimbangkan secara objektif komponen-komponen dari aspirasi yang disampaikan individu akan melanggar mutu diterima. Pada kasus perawat yang membeda-bedakan pasien berdasarkan penilaian luar melangar mutu tidak berpihak. Sedangkan, perawat yang memiliki kinerja tidak bagus akan berdampak pada keselamatan pasien, hal tersebut melanggar mutu aman. Dengan mutu yang tidak terlaksana secara keseluruhan akan berdampak kepada penilaian rumah sakit dimata masyarakat dan stigma-stigma buruk susah dihilangkan.

Dalam rangka pemenuhan mutu dan juga pengembangan karakter diri, setiap perawat seharusnya sudah menanamkan nilai profesionalisme dalam dirinya karena hal tersebut adalah hal mendasar yang perlu dikuasasi oleh setiap perawat selama menjalani profesi. Nilai profesionalisme perawat yang perlu diterapkan ada 5 yaitu altruism, autonomy, human dignity, integrity, dan social justice. Dengan menerapkan nilai altruism, perawat akan lebih memedulikan kesejahteraan pasien. Jika perawat memprioritaskan kesejahteraan pasien, kepuasan pasien akan menjadi maksmal. Selanjutnya, jika perawat menerapkan nilai autonomy, perawat akan menghargai setiap keputusan yang pasien buat tentang perawatan kesehatan mereka. Pasien akan lebih merasa perawatan terhadap dirinya sesuai dengan apa yang pasien mau. Kemudian, jika perawat menerapkan nilai human dignity ia akan menghormati keunikan yang berbeda pada tiap pasien atau keluarga pasien. Pasien akan merasa dihargai dan bisa lebih bersifat terbuka kepada perawat yang memudahkan perawat dalam melakukan pelayanan kesehatan kepada pasien. Nilai yang paling penting untuk diterapkan adalah integrity, dengan menerapkan nilai ini perawat bisa bertindak sesuai dengan kode etik dan standar praktik yang berlaku sehingga akan kecil kemungkinan terdapat resiko kecelakan kerja karena kelalaian perawat. Terakhir, jika perawat menerapkan nilai social justice, pasien tidak akan merasa dikucilkan jika berada dalam minoritas. Jika kelima nilai tersebut dapat dipenuhi.

Namun kenyataannya masih banyak perawat yang belum menanamkan nilai profesionalisme. Ada beberapa upaya dalam rangka menumbuhkan nilai profesionalisme di dalam diri perawat, yaitu choosing, prizing, dan acting. Choosing adalah seorang perawat dapat dengan bebas memilih suatu nilai sesuai dengan keyakinannya tanpa ada intervensi dari luar. Prizing adalah saat perawat merasa puas setelah memilih apa yang diinginkannya dan berusaha menghargai keyakinannya dengan bersikap positif. Sedangkan acting adalah saat perawat menegaskan keyakinannya kepada klien, kemudian menjadikan keyakinan tersebut menjadi sebuah kebiasaan yang dilakukannya secara konsisten serta dengan senang hati. Perawat atau calon perawat dapat menerapkan metode yang sesuai dengan pribadinya masing-masing.

Maka dari itu, kita dapat menyimpulkan bahwa masih banyak pelayanan kesehatan yang kurang baik, khususnya sikap tenaga kesehatan terhadap pasien. Sikap tersebut terjadi karena kurangnya penerapan nilai profesionalisme yang seharusnya menjadi kewajiban pada setiap perawat. Oleh karenanya, penanaman nilai profesionalisme perlu diterapkan sedini mungkin dengan metode-metode yang menjadi acuan.

Referensi

Alisia Dwi Yuniaty (2016). Keluhan Pasien, Terhadap Pelayanan Rumah Sakit. Retrivied from https://portawa.wordpress.com/2016/03/17/pasien-mengeluh-pelayanan-rumah-sakit-tidak-memuaskan/

Djojodibroto, R. Darmanto (1997). Kiat Mengelola Rumah Sakit. Jakarta : Hipokrates.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009). Fundamentals of Nursing 7th Edition. Elseiver.

Potter, P. A., Perry, A. G., Hall, A., & Stockert, P. A. (2017). Fundamentals of nursing. St. Louis, MO: Mosby Elsevier.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline