Lihat ke Halaman Asli

Novita PutriAnggraeni

Mahasiswa Universitas IsIam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

BBM Naik, Rakyat Semakin Sulit

Diperbarui: 17 September 2022   23:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Akhir-akhir ini terdapat kasus heboh yang masih hangat, masyarakat dihebohkan dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang lonjakannya kurang masuk akal bagi kalangan masyarakat menengah kebawah. 

Pada 3 September 2022 pemerintah resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya jenis Solar, Pertalite, maupun Pertamax. Harga Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter (naik sekitar 30.7%) , Harga Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter (naik sekitar 32%) dan Harga Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter. Kenaikan secara keseluruhan untuk ketiga jenis BBM tersebut sekitar 26%.

Presiden Joko Widodo telah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di tanah air ini selama 7 kali sejak ia menjabat pada tahun 2014 lalu, namun kenaikan yang terjadi pada 3 September 2022 merupakan kenaikan harga yang paling tinggi dibanding dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sebelumnya. 

Tentu saja kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) akan sangat berimbas pada sektor ekonomi di Indonesia.

Berikut adalah dampak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bagi ekonomi Indonesia: 

1. Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan berdampak pada tingkat inflasi yang menembus angka 6%. 

2. Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jelas akan mendorong kenaikan biaya produksi, mendorong inflasi (cost push inflation) yang pada gilirannya akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, penurunan upah riil dan konsumsi rumah tangga. Padahal kita tahu konsumsi rumah tangga memiliki kontribusi yang tinggi terhadap Produk Domestik Bruto (sekitar 50%) dan merupakan penghela utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.

3. Dampak lainnya yaitu pada kenaikan tarif angkutan umum darat yang memerlukan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk beroperasional, kenaikan tarif angkutan umum darat diperkirakan mencapai 15% dari tarif normal. 

4. Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute menilai, kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi tersebut akan sangat memberatkan kehidupan rakyat. 

Menurut dia, kenaikan BBM tersebut dilakukan pada waktu yang tidak tepat karena akan berdampak pada kenaikan harga berbagai bahan pangan dan kebutuhan masyarakat lainnya.

Dia pun menilai bahwa kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) berisiko menyebabkan stagflasi, sebagai rambatan efek dari kenaikan berbagai harga. Bahkan, Achmad mengkhawatirkan terjadinya PHK besar-besaran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline