Lihat ke Halaman Asli

Novitania

Content Writer and Blogger

Migas Kini dan Nanti: Apakah Tetap Penting di Tengah Transisi Energi?

Diperbarui: 18 Juli 2023   10:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

Saat ini kita sedang berada di masa transisi energi, yaitu proses panjang yang harus dilakukan oleh negara-negara di dunia untuk menekan emisi karbon yang dapat menyebabkan perubahan iklim. Transisi energi ini bertujuan untuk menuju pada pemanfaatan energi bersih yang terus meningkat hingga mencapai Net Zero Emission (NZE).

Namun, yang perlu diingat adalah dalam perantara menuju NZE, energi fosil masih akan dimanfaatkan sebagai sumber energi sementara di Indonesia. Minyak dan gas bumi serta batu bara akan menjadi sumber energi perantara untuk mobilitas transportasi sebelum digantikan dengan kendaraan listrik. Begitu juga dengan gas bumi yang dapat dimanfaatkan untuk energi transisi sebelum energi baru terbarukan (EBT) 100% di pembangkit listrik.

Yes, minyak dan gas bumi masih memegang peranan penting dalam transisi energi, terutama terkait dengan keamanan energi dan juga aspek ekonomi, baik secara lokal maupun global. Berbagai info seputar migas terbaru ini, aku dapat di acara Road to 47th IPA Convex 2023 bincang Migas untuk Mobilitas bersama Indonesia Petroleum Association (IPA) beberapa waktu lalu. So, simak sampai akhir ya!

Peran Penting Migas di Tengah Transisi Energi

dokumentasi pribadi

Indonesia bisa dipastikan tidak akan lepas dari penggunaan migas. Ini bisa dilihat dari proyeksi pemerintah pada saat nanti target Net Zero Emission (NZE) bisa tercapai. Kebutuhan absolut energi fosil berupa migas tetap meningkat secara alamiah, namun dengan proporsi yang menurun dari total bauran energi.

Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) pada 2050, kebutuhan minyak meningkat 139% dan kebutuhan gas meningkat 298%. Pada tahun itu, nantinya kebutuhan energi secara nasional diperkirakan mencapai sekitar 1.000 MTOE (Million tonnes of oil equivalent) dengan presentase 44% berasal dari minyak dan gas sehingga ada sekitar 440 MTOE yang harus dipenuhi.

Hal ini disebabkan oleh adanya kebutuhan akan migas dari berbagai sektor yang belum bisa sepenuhnya tergantikan oleh Energi Baru Terbarukan (EBT). Proyeksi ini juga diperbolehkan dengan catatan bahwa emisi karbon yang dihasilkan oleh kegiatan migas harus ditangkap dan disimpan melalui teknologi atau penanaman pohon sebagai penyerap karbon. Tujuannya adalah agar tetap tercapai ketahanan energi dari bauran energi yang dipunyai Indonesia  (yang terdiri dari batu bara, minyak, gas dan EBT), dan pada saat bersamaan tercapai juga komitmen NZE.

 

Terus Eksplorasi Agar Nggak Impor Migas Lagi!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline