Beberapa waktu belakangan ini publik dibuat sedikit was-was dengan kebijaan baru pemerintah terkait integrasi transaksi Tol JORR. Banyak yang mengkhawatirkan kebijakan ini hanya sekedar opsi untuk kenaikan tarif semata. Lalu bagaimana sebenarnya kebijakan integrasi tol JORR itu? Apakah benar hanya sekedar kenaikan tarif semata?
Dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 yang saya ikuti beberapa waktu lalu, dengan menghadirkan narasumber yang terlibat dalam kebijakan tersebut tentunya memberikan fakta dan pemahaman yang sebenarnya.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol Kementerian PUPR, Herry Trisaputra Zuna; Direktur Operasi II PT. Jasa Marga, Subakti Syukur; Direktur Eksekutif Aptrindo (Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia), Johannes Samsi Purba; serta perwakilan dari Kementerian Perhubungan yaitu Kepala Badan Pengelola Jabodetabek, Bambang Prihantono.
Dalam diskusi tersebut Pemerintah memastikan bahwa kebijakan integrasi transaksi tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) akan menguntungkan banyak pihak, yakni publik pada umumnya dan industri pada khususnya, di mana dalam hal ini terkait pergerakan logistik (barang dan jasa).
"Saya ingkatkan kembali, kebijakan integrasi ini merupakan satu kesatuan, satu kebijakan dalam rangka meningkatkan pelayanan. Dengan kebijakan ini, tentu akan terjadi ada yang mengalami kenaikan dan juga penurunan (tarif). Namun demikian, yang mengalami penurunan lebih banyak dan itu sesuai peruntukkan dibangunnya jalan tol (JORR)," ujar Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna.
Herry TZ menjelaskan, peruntukkan yang dimaksud tersebut adalah bahwa tol JORR dibangun sebagai sistem primer, yakni sebagai jalan bagi angkutan primer seperti angkutan jarak jauh dan angkutan logistik.
Selain untuk efisiensi sistem logistik nasional, lebih lanjut ia juga menyebutkan kebijakan integrasi ini diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk berpindah ke transportasi umum, selain tentunya juga memanfaatkan jalan non-tol yang memang diperuntukkan bagi lalu lintas sistem sekunder.
Memang yang harus kita sadari kebijakan publik yang dilakukan pemerintah tentu tidak bisa menyenangkan semua pihak. Tapi yang perlu digarisbawahi adalah kebijakan tersebut harus bisa memprioritaskan yang seharusnya. Dan dalam hal ini angkutan logistik.
Sebagai informasi, dengan adanya integrasi, penggunaan tol JORR sepanjang 76 km akan dikenakan satu tarif, yakni Rp.15.000 untuk kendaraan Golongan I, Rp.22.500 untuk kendaraan Golongan II dan III, dan Rp.30.000 untuk Golongan IV dan V.
Saat ini, untuk kendaraan dari Simpang Susun Penjaringan yang menuju Tol Akses Pelabuhan Tanjung Priok, Golongan I membayar sebesar Rp 34.000, sedangkan kendaraan Golongan V sebesar Rp 94.500. Sehingga dengan pemberlakuan integrasi transaksi tol JORR, akan terdapat penurunan tarif tol, yaitu tarif Golongan I turun sebesar Rp19.000, sedangkan Golongan V turun sebesar Rp 64.500.
Dalam diskusi kemarin, apresiasi dan rasa terimakasih juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Aptrindo (Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia), Johannes Samsi Purba karena kebijakan ini sangat menguntungkan para pengusaha dan supir truk.