Good Governance di Indonesia: Sebuah Inovasi Bernama LAPOR!
Ketika berbicara mengenai politik, kita perlu memahami proses keputusan otoritatif dirumuskan dan diterapkan dalam masyarakat. Perumusan kebijakan tentunya harus melewati proses politik yang dilalui, dan akan menemui nature dan consequences tertentu. Dalam teori sistem politik, David Easton menggunakan pendekatan perilaku yang menjadi basis kerangka teorinya. Menurut Easton, sistem politik merupakan sistem interaksi yang terjadi dalam masyarakat, yang didalamnya terdapat alokasi yang mengikat karena masyarakat sudah melakukan kontrak sosial dengan menyerahkan sebagian haknya kepada negara. Karenanya, pemerintah selaku representasi negara memiliki tanggung jawab kepada masyarakat untuk menerapkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) sebagai timbal-baliknya.
Good governance secara harafiah diartikan sebagai tata kelola pemerintahan yang baik. Tetapi, bila mengacu pada definisi di atas maka akan muncul ragam interpretasi dengan argumentasi masing-masing. Penulis mendefinisikan good governance merujuk pada dokumen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yaitu kondisi atau situasi dalam pemerintahan yang menjalankan prinsip-prinsip keadilan, partisipasi publik, pluralisme, transparansi, akuntabilitas, berdasarkan peraturan hukum, efektivitas, dan efisiensi. Seluruh negara berjuang menuju arah tersebut melalui proses demokratisasi, salah satunya Indonesia.
Otoritarianisme, patronase politik-bisnis, dan minimnya transparansi sempat mewarnai roda pemerintahan. Partisipasi publik direpresi sehingga masyarakat hanya menerima tetapi tidak dapat memberikan masukan kepada pemerintah. Komunikasi terjalin satu arah dan dikontrol sedemikian rupa sehingga minim transparansi dan akuntabilitas. Akibatnya, banyak sekali penyimpangan yang menghambat terwujudnya pembangunan berkeadilan.
Tumbangnya rezim Orde Baru membawa angin segar untuk mulai menata kembali sendi-sendi tata kelola pemerintahan yang baik. Transformasi ini disambut dengan upaya mewujudkan pemerintahan terbuka (open government), yang akhir-akhir ini ramai didengungkan, terutama ketika Pemerintah Indonesia bersama 7 negara menginisiasi Open Government Partnership (OGP) pada 2011, yang keanggotaannya kini telah mencapai 65 negara, sejumlah organisasi multilateral, dan berbagai organisasi masyarakat sipil.
Dalam implementasinya, Unit Kerja Presiden Bidang Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) menginisiasi Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!) sebagai bentuk realisasi komitmen keterbukaan pemerintah. LAPOR! merupakan inovasi yang mengubah pola pikir dan pola kerja pemerintah agar lebih terbuka dan mendengar suara rakyat. Kini, LAPOR! dilanjutkan proses pengembangannya oleh Kantor Staf Presiden yang ditugaskan Presiden Joko Widodo untuk mengendalikan program pembangunan. LAPOR! menjadi sarana social audit dan participatory performance monitoring agar pemerintah memberikan pelayanan sebaik-baiknya, dan penyelenggaraan program pemerintahan dapat diawasi dengan mudah oleh seluruh elemen masyarakat. Caranya mudah, cukup menyampaikan laporan melalui situs www.lapor.go.id, SMS ke 1708, atau mobile apps http://s.id/63O.
LAPOR! merupakan sarana aspirasi dan pengaduan berbasis media sosial yang mudah diakses dan terpadu dengan 81 Kementerian/Lembaga, 5 Pemerintah Daerah, serta 44 BUMN di Indonesia. Penulis memandang LAPOR! menjadi salah satu inovasi pemerintah untuk menciptakan good governance, dengan meningkatkan partisipasi publik yang harapannya akan berdampak pada transparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam pembangunan dan pelayanan publik. Dengan platform daring (online), penulis menilai mekanisme LAPOR! dapat mendorong efisiensi dan efektivitas, baik bagi masyarakat maupun pemerintah.
Pelayanan publik melalui media juga telah diterapkan oleh negara-negara maju, salah satunya di Kanada. Dalam konteks Indonesia, yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana memastikan seluruh daerah dan setiap warganegara mendapatkan hak dan kesempatan yang sama untuk ikut mengawasi program dan kinerja pemerintah, salah satunya dengan pemerataan akses telepon seluler dan internet seperti yang dilakukan Kanada, bahwa akses teknologi informasi menjadi layanan dasar publik di negaranya.
Referensi:
Bergling, Per, et.all. Research Report: Rule of Law in Public Administration: Problems and Ways Ahead in Peace Building and Development, Swedia: Folke Bernadotte Academy Publication, 2008.