Siapa sangka, pada dekade 60an, skuadron udara Indonesia sangat ditakuti oleh negara-negara dunia. Tak lain karena adanya misi kerjasama antara Indonesia dengan Rusia. Tidak tanggung-tanggung, senjata-senjata berat seperti pesawat tempur dan bomber disediakan guna melengkapi kebutuhan pertahanan Indonesia yang kala itu tengah menerima embargo dari barat (Amerika).
Embarog yang terjadi tentu berlatar politik, dengan status Indonesia yang konon dalam pengaruh komunis. Ini menarik sebenarnya untuk diulas. Selain dari strategi mendapatkan dukungan asing guna menyelesaikan misi perebutan Irian Barat. Indonesia diketahui juga turut membuka kerjasama militer dengan Amerika.
Seperti kita tahu, bahwa Amerika dan Soviet memang menjadi negara penyuplai senjata (militer) bagi negara-negara yang memiliki kerjasama dengan mereka. Apalagi ada pendekatan secara ideologis, yang menjadi syarat awal untuk mendapatkan simpati dalam kerjasama militer. Oiya, pada dekade 60an, di Indonesia juga berkembang gerakan komunis yang digawangi oleh PKI.
Singkatnya, kerjasama Indonesia dan Rusia kala itu dapat terjadi akibat dari pandangan ideologis selain dari politik masa Perang Dingin. Pun dengan Amerika, yang juga berangkat dari pandangan ideologis demokratik yang memberi peluang untuk juga menjalin kerjasama. Baik dalam aspek ekonomi atau militer.
Namun, pilihan politik Indonesia yang memilih untuk bersikap anti barat, akhirnya menempatkan Soviet menjadi negara sahabat. Selain dari China, yang juga menjalin kerjasama dalam bidang ekonomi. Terlebih kala ideologi Nasakom mulai diperkenalkan kepada dunia. Disinilah titik penting kedaulatan militer Indonesia dapat terbangun secara besar dan ditakuti dunia.
Karena telah berhasil menjadi negara sahabat Soviet yang menjadi lawan Amerika. Maka, dukungan militer guna memantapkan dan memperkuat negara mendapatkan dukungan penuh dari Soviet. Pembom strategis TU-16, yang sangat ditakuti dunia, sampai dikirim ke Indonesia. Tentunya untuk melengkapi satuan militer Angakatan Udara yang mumpuni dalam melakukan serangan.
Apalagi secara geografis, Indonesia adalah negara kepulauan. Dimana jarak antar pulau dan luas wilayah perbatasan kiranya dapat diatasi melalui patroli militer dari udara. Tepat pada tanggal 1 Juli 1961, pembom TU-16 sampai di Bandar Udara Kemayoran, Jakarta. Kala itu hanya empat negara yang berhasil mengoperasikan pembom strategis, yakni Inggris, Amerika, Rusia, dan Indonesia.
Pada masa kampanye Trikora, misi penting yang diemban oleh skuadron TU-16 adalah menyerang kapal-kapal perang dan induk Belanda di wilayah Irian Barat. Sebanyak 25 unit TU-16 dipersiapkan, hanya untuk menenggelamkan Kapal Induk Karel Doorman milik Belanda. Apalagi sistem persenjataan TU-16 dilengkapi dengan rudal ke permukaan, yang dapat menghancurkan kapal.
Betapa diperhitungkannya kekuatan militer Indonesia kala itu bukan? Apalagi dalam menghadapi masa konfrontasi dengan Malaysia. Pembom TU-16 turut serta dalam memberi infiltrasi militer di kawasan Malaka, sebagai area operasi militernya. Hingga tahun 1963, pengoperasian TU-16 meliputi area Kalimantan, Makassar, Malaka, dan bahkan Australia.
Tidak main-main, sesuai dengan instruksi Bung Karno, TU-16 dengan tegas dipergunakan dengan tujuan menjaga perbatasan dari upaya serangan musuh. Seluruh skuadron telah terbang menjelajah wilayah Indonesia, baik dalam misi militer atau pengintaian. Naas, akhir petualangan bomber yang sangat ditakuti pihak barat justru usai akibat peristiwa Oktober 1965.