Pesebaran kebudayaan Islam di Sulawesi tidak dapat dipisahkan dari proses pesebaran Islam di Jawa dan Kalimantan. Sebelumnya telah diulas, bahwa Islam berkembang di daerah ini melalui jalur perdagangan. Selain itu pesebaran Islam dapat ditemui melalui proses dakwah Islam yang dilakukan oleh para ulama. Khususnya mereka yang datang bersama para pedagang dari luar Sulawesi.
Disini dapat disebutkan, bahwa peran dari Datuk Ri Bandang dari Sumatera Barat, yang berdakwah di Kalimantan dan Sulawesi dapat dijadikan salah satu rujukan perkembangan Islam di daerah Gowa dan Tallo. Tepatnya sekitar abad ke 17, melalui pendekatan kultur, beliau menyebarkan ajaran Islam dengan tidak meninggalkan budaya lama sebagai akulturasi dengan upaya Islamisasi.
Khusus di wilayah Sulawesi Selatan, Datuk Ri Bandang, disebutkan telah beberapa kali ke Sulawesi, sampai benar-benar daerah ini kondusif dengan pesebaran ajaran Islam. Memang, sebelumnya pada waktu itu, banyak terjadi pertempuran antar kerajaan yang memperebutkan daerah/wilayahnya.
Tak lama setelah Kutai di Kalimantan berhasil di Islamkan, Datuk Ri Bandang pun kembali ke Sulawesi dengan membawa serta dua saudaranya, yakni Datuk Patimang dan Datuk Ri Tiro. Mereka membagi tugas di berbagai wilayahnya masing-masing, tentunya dengan berdasarkan keahliannya dakwah yang dapat diterapkan di tiap-tiap wilayah.
Datuk Ri Bandang sendiri berdakwah di sekitar Kerajaan Gowa dan Tallo, dengan ajaran fiqihnya. Sedangkan Datuk Ri Tiro berdakwah di daerah Bulukumba dengan ajaran tasawufnya. Terakhir adalah Datuk Patimang, yang berdakwah di daerah Kerajaan Luwu dengan pendekatan budaya.
Nah, melalui Datuk Patimang inilah, Kerajaan Luwu berubah menjadi Kesultanan Islam yang berdiri pertama di Sulawesi. Dengan wilayahnya meliputi Luwu di Sulawesi Selatan, Kolaka di Sulawesi Tenggara, dan Poso di Sulawesi Tengah. Berikut daerah Toraja, dan Palopo. Jadi betapa luasnya area dakwah beliau pada masa awal pesebaran Islam di Sulawesi.
Namun, yang menentukan adalah peran Datuk Ri Bandang, dalam proses Islamisasi Gowa dan Tallo. Karena kelak kerajaan ini akan bertranformasi menjadi Kesultanan Islam besar di Makassar. Dengan kala lain, persatuan antara Gowa dan Tallo akhirnya menjadikan Kesultanan Makassar berdiri dengan kuat, seiring perkembangan zaman pada masanya.
Sebagai wilayah yang memiliki kebudayaan kuat, orang-orang Makassar juga dikenal sebagai pelaut ulung. Dengan perahu-perahu besar Pinishi, mereka melakukan perdagangan di wilayah Indonesia Timur. Disini kemudian, proses pesebaran Islam di wilayah Indonesia Timur pun berkembang seiring dengan pesatnya kemajuan di Kesultanan Makassar.
Pada masa kejayaannya, Kesultanan Makassar bahkan berani menghalau ekspansi para pelaut asing yang hendak memonopoli perdagangan di area Selat Makassar. Sebagai kesultanan maritim terbesar, Makkasar memiliki armada laut yang banyak, apalagi sejak konfrontasi dengan pelaut Belanda dimulai. Mereka seketika berubah menjadi pasukan laut terkuat yang pernah dihadapi VOC.
Belum lagi ketika Kesultanan Makassar berhasil mengadakan kerjasama dengan Kesultanan Banten. Yakni bersama Syekh Yusuf al-Makassari, Sultan Ageng Tirtayasa dapat dikatakan saling bekerjasama untuk menghalau VOC yang tengah mencoba menguasai Nusantara. Apalagi kala Karaeng Galesong membantu Trunojoyo menghadapi VOC yang telah menguasai Mataram.