Lihat ke Halaman Asli

Novitaa Ramaddini

Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa: Pendidikan Bahasa Indonesia

Cerpen: Di Balik Tirai Malam

Diperbarui: 26 November 2023   10:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dengan langkah malas, Laura melintasi jalan sunyi. Dia merenung dalam-dalam, pikirannya berkelana berusaha menggapai sesuatu namun tak kunjung juga dia temukan.

Dialah seorang penulis, pencipta cerita-cerita yang pernah memikat ribuan hati pembaca. Namun, saat ini, semua terasa seperti badai pasir yang membelit langkahnya. Gairahnya dalam menulis telah memudar menyatu dengan abu dingin.

Hari demi hari, dia terjebak dalam rutinitas sehari-hari membosankan. Kebangkitan pagi, secangkir kopi hitam, dan pandangan hampa melihat tumpukan kertas kosong di meja kerjanya. Dia mencoba membangkitkan kreativitas, tetapi sia-sia. Dia telah terjebak dalam kekosongan.

Malam itu seperti biasa, dia duduk di meja kafe, dengan laptop yang menantangnya untuk menciptakan dunia-dunia baru yang indah. Namun, tumpukan kata-kata tak terucap di bibir, inspirasi pun sepertinya terlalu malu untuk datang.

Seolah-olah takdir ingin menggodanya, seberkas cahaya rembulan menusuk tirai gelap langit malam itu. Dia mendongak, matanya menangkap siluet seorang pria misterius, berdiri di bawah cahaya lampu jalan yang samar-samar berkedip. Dia merasa ada sesuatu yang aneh, sesuatu yang mengusik pikirannya.

Dia merasa terpanggil untuk mendekati pria tersebut, untuk menemukan apa yang disembunyikannya di balik tirai malam misterius. “Sedang mencari sesuatu pak?” dia bertanya seraya menelisik pria misterius itu.

“Tolong, bawa aku dari sini. Mereka mengejarku,” jawab pria misterius.

Seolah tahu jika dia tengah kebingungan, pria misterius itu melanjutkan ucapannya, “Seseorang telah menganggapku gila. Tolong bawa aku dari sini,” tuturnya.

Dengan keputusan penuh kebimbangan, dia akhirnya setuju untuk membantu pria misterius tersebut. Mungkin inilah waktu untuk dia mengembangkan idenya.

Mereka berdua perlahan-lahan melangkah menjauhi cahaya terang kafe menuju gelapnya malam. Dia merasa seperti telah melangkah ke dalam bab baru dari salah satu karyanya sendiri.

Sementara langkah mereka semakin menjauh dari keramaian kota, pria itu menceritakan lebih banyak tentang kisahnya. Pria itu mengaku sebagai penulis juga, namun tak seperti dia yang terkenal dengan karyanya. Pria itu adalah seorang yang diasingkan, orang yang terusir dari komunitas penulis dan dipandang sebagai seorang penyendiri aneh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline