Lihat ke Halaman Asli

Merkantilisme China Melalui Kebijakan "Belt and Road Initiative"

Diperbarui: 15 Maret 2023   08:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

China mulai beranjak kedalam masa kebangkitan dalam periode satu dekade terakhir. China diperkirakan sebagai negara yang memiliki kekuatan besar di Asia, bahkan kekuatan yang dimiliki oleh China dapat menyaingi kekuatan yang dimiliki oleh United State. Pada masa pemerintahan Xi Jinping, di tahun 2017 perekonomian China berkembang hingga mencapai 6,8% tentunya hal tersebut menjadikan China sebagai pesaing baru dalam menyaingi kekuatan Amerika. Percepatan pengembangan ekonomi moneter China pada masa pemerintahan presiden Xi Jinping berkembang pesat diabandingkan dengan beberapa masa sebelum kepemimpinan Xi Jinping.

Beberapa upaya seperti meningkatkan jumlah investasi, pembangunan di sektor infrastruktur yang dilakukan secara massif mampu membuat China melesatkan perekonomiannya menjadi lebih maju.  Salah satu kebijakan yang paling berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian China adalah di laksanakannya kebijakan One Belt One Road (OBOR) yang setelahnya mengalami penyempurnaan dan berubah menjadi Belt and Road Initiative (BRI) yang bertujuan mengkoneksikan China dengan dunia. Target Xi Jinping melalui kebijakan BRI yaitu menjadikan China menjadi pusat perekonomian dunia yang mencakup 4,4 miliar penduduk dari 67 negara yang mana hal tersebut mampu menyubsitusi 63% dari total penduduk secara global.

Dapat diketahui sebelum kebijakan Belt and Road Initiative (BRI)  diterapkan oleh China, negara yang mampu menghegemoni ekonomi dunia yaitu Amerika Serikat. Lalu dengan diterapkannya  kebijakan Belt and Road Initiative (BRI) oleh presiden Xi Jinping China mulai mampu menyetarakan tujuan serta upaya untuk menghegemoni ekonomi dunia. China berharap dapat menyambung perekonomian Eurasia dengan infrastruktur, investasi dan juga perdagangan melalui kebijakan Belt and Road Initiative (BRI). Tak hanya itu dengan melalui kebijakan tersebut China juga menginginkan agar menjadi pusat jalur perdagangan dunia.  Diterapkannya kebijakan tersebut merupakan adaptasi dari keberhasilan pendahulu pemimpin China yang mampu menguasai jalur perdagangan emas atau yang disebut dengan jalur sutera kuno.

Jalur sutera kuno merupakan jalur yang mengkoneksikan perdagangan Tiongkok dengan Eropa tengah, timur, hingga mencapai Afrika yang melewati wilayah Asia Selatan hingga Asia Tengah. Jalur perdagangan maritim juga diinisiasi oleh China hingga sampai ke Asia Tenggara. Dari kedua jalur darat dan juga maritim yang dikuasai oleh China, menjadikan China sebagai negara yang mendominasi  dan memiliki perdagangan yang sangat sukses dan berkembang. Dari sejarah tersebut yang menginspirasi presiden Xi Jinping menerapkan kebijakan Belt and Road Initiative (BRI).

Belt and Road Initiative (BRI) dipertimbangkan mampu menjadi sarana penyebaran pengaruh terutama di wilayah Asia. Pembiayaan China terhadap proyek kebijakan Belt and Road Initiative (BRI) sangat besar dapat diketahui melalui pembiayaan pembangunan infrastruktur kereta cepat yang tentunya hal tersebut akan berdampak terhadap percepatan penyebaran pengaruh China di kawasan Asia utamanya. China juga membuat perjanjian dengan negara-negara di Asia Tenggara, melalui Asean China Free Trade Area (AFCTA) pada tahun 2010 yang menjadi salah satu strategi China dalam menjalankan kebijakan Belt and Road Initiative (BRI). Pada tahun 2013-2018 investasi China terhadap Indonesia meningkat hampir 98% setiap tahunnya. Dari besarnya ambisi China untuk mendominasi kekuatan negara negara di dunia bahkan pada sektor ekonomi, hal tersebut sesuai dengan perspektif merkantilisme. Dimana perspektif merkantilisme memahami bahwa jika sebuah negara ingin menjadi negara kuat dan mampu mendominasi maka negara tersebut perlu memperbanyak ekspor dibandingkan impor. Serta tingkat kemakmuran yang diperoleh suatu negara bertumpu pada banyaknya perdagangan internasional yang dimiliki, lalu dengan dilaksanakannya kebijakan Belt and Road Initiative (BRI), maka China berambisi mendominasi yang mana sebelumnya dominasi tersebut dikuasai oleh Amerika.

Negara-negara yang menganut paham merkantilisme mempercayai, negara akan selalu memerlukan sebuah alat untuk mencapai kekuatan dan kemakmuran dengan melalui perdagangan Internasional. sebuah negara perlu untuk mendorong tingkat ekspor mereka serta harus membatasi tingkat impor menjadi seminimal mungkin. Kekuatan sebuah negara dicapai melalui surplus yang didapat dari perdagangan internasional, sementara apabila sebuah negara mengalami deficit maka akan menyebabkan melemahnya ekonomi politik yang dimiliki suatu negara. Maka dari itu China sangat berambisi melancarkan kebijakan Belt and Road Initiative (BRI), dengan upaya untuk mengkoneksikan China dengan seluruh dunia mampu mendorong upaya China untuk melakukan peningkatan ekspor terhadapa negara lain.

Tak hanya itu melalui Belt and Road Initiative (BRI) China juga dapat dengan mudah menyebarkan pengaruhnya terhadap negara lain yang diajak bekerja sama. Kebijakan tersebut mendapat sambutan positif dari negara-negara partner kerja sama China, salah satunya yaitu Indonesia. Kemungkinan untuk menggeser dominasi Amerika pada bidang ekonomi dan juga kekuatan keamanan, rupanya dapat ditempuh dengan mudah oleh China melalui kebijakan Belt and Road Initiative (BRI). Hal tersebut dapat dilihat melalui Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB).  Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) merupakan bank multilateral di kawasan Asia yang bertujuan untuk mendukung peningkatan hasil ekonomi dan juga sosial pada negara-negara di kawasan Asia, yang berdirinya mampu menyetarakan kedudukannya dengan worldbank dan juga International Monetary Fund (IMF) yang sebelumnya didirikan oleh Amerika.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline