Lihat ke Halaman Asli

Novi Saptina

Guru berprestasi di bidang bahasa dan menaruh perhatian pada kajian sosial dan budaya

Liburan keluarga

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Libur telah tiba

Libur telah tiba

Hore… Hore… Hore… Hore…

Petikan lagu dari penyanyi cilik Tasya itu menggelitik, sebagai ungkapan kegembiraan liburan sekolah. Ketika liburan sekolah tiba semua bergembira, bukan hanya yang bersekolah saja,namun semua komponen di dalam keluarga menjadi senang. Adik senang, kakak senang, ayah senang, ibu juga senang.

Lalu permasalahan kedua adalah sesudah libur terus apa yang akan dilakukan. Itu permasalahan dalam suka cita sebuah liburan.

Liburan dan Sejarah

Ketika para raja bertahta, ada suatu kala bahwa raja dalam menjalankan pemerintahannya menjadi sangat lelah karena berbagai macam persoalan masyarakat, sehngga perlu penyegaran kembali untuk mendapatkan ide yang cerah  dalam kebijakan pemerintahannya lagi, maka raja itu mengadakan waktu khusus untuk  “Ngaso“ artinya beristirahat sejenak untuk me-refresh kembali otaknya dan kembali lagi dengan semangat baru menjalani harinya kembali.

Yang dilakukan raja pada saat ngaso itu ada beberapa kegiatan. Biasanya raja mengajak orang kepercayaan kerajaan dan panglima pengawal terbaik beserta keluarganya. Yang dilakukan adalah bertapa, yaitu bersemadi mengosongkan jiwa menghadap Tuhan yang Maha Kuasa, mohon petunjuk untuk diberikan jalan yang lurus dalam masa pemerintahannya. Kegiatan ini dibarengi dengan mengosongkan perut yaitu berpuasa penuh atau berpuasa putih. Ya karena dalam lapar kecerdasan emosi terasah tajam, peka dan responsif tumbuh tajam. Dalam hal kesehatan sangat besar manfaatnya yaitu membuang toksin-toksin yang merugikan tubuh.

Didalam menjalani kegiatan ini raja akan mendapatkan pencerahan berupa wangsit (mimpi) ataupun petunjuk dari yang Maha Kuasa atas jerih payah yang dilakukan yang bukan tidak mustahil banyak godaan. Di lukiskan dalam dunia pewayangan ini bila raja bertapa sering ada gangguan setan , raksasa atau wanita. Namun bila semua itu berhasil dikalahkan raja akan menjadi  dikdaya, sakti mandraguna.

Tetirah

Tetirah adalah kegiatan raja pada masa liburan atau ngaso yang wujudnya adalah mendatangi makam-makam para leluhur. Dalam masa tetirah ini yang dikunjungi tidak hanya satu namun banyak sekali, terutama para tetua yang sangat dikagumi oleh para raja. Beliau mengingat semua petuah-petuah dan kebijaksanaan pada masa hidupnya, dikenang dan dipelajari untuk pembelajaran hidupnya.

Selain yang sudah meninggal juga mendatangi tetua-tetua yang masih hidup ataupun guru-guru yang masih hidup yang sudah lanjut usia dan berjasa dalam hidup sang raja. Tujuannya adalah memohon doa restu dan nasehat-nasehat untuk dipikul dhuwur, dipendhem jero artinya harafiahnya adalah dipikul tinggi dan dipendam dalam sekali arti kiasannya akan selalu dijunjung tinggi.

Setelah tetirah, biasanya raja mendapatkan kekuatan besar dari  kegiatan mengunjungi para tetua ini. Hatinya menjadi bahagia karena sudah berguru dengan alam  dan berguru pada mereka yang masih hidup atau yang suda meninggal. Para cerdik pandai meskipun dia sudah meninggalkan dunia fana ini mereka masih bisa memberikan pembelajaran pula kepada muridnya ilmunya tidak putus meskipun beliau sudah meninggal ataupun sudah isa yang tidak dinamis lagi. Pembelajarannya makin ditangkap dalam karena muridnya sudah tinggi pula ilmunya. Itulah pembelajaran para raja dan gurunya.

Mbebedag

Mbebedag adalah kegiatan terakhir sesudah tetirah yang mengayakan jiwa raga ini, para raja mengakhiri kegiatannya dengan berburu di hutan yang disebut mbebedag. Tibalah saatnya kini bergembira dan mengganti puasanya dengan protein hewani.

Dalam berburu,kijang menjadi santapan bakar yang lezat. Di dunia pewayangan pernah dilukiskan Shinta meminta kepada suaminya Rama untuk menangkapkan kijang buruannya hidup-hidup karena ingin dipelihara, melihat tingkah laku kijang yang sangat lucu. Namun ternyata akibat keinginannya ini Shinta tertipu, kijang itu adalah kijang jadian utusan Rahwana yang akan menculik Shinta,dan memisahkan dengan Rama yang mengejar kijang yang makin masuk ke dalam hutan.

Inilah pembelajaran alam. Sebetulnya setelah sekian lama, semadi dan tetirah memang mempunyai hak untuk memakan protein hewan yang sudah diseimbangkan oleh waktu bukan untuk di tangkap. Namun itulah suatu pembelajaran yang bisa dipetik hikmahnya.

Yang jelas kegiatan berburu itu menyenangkan, membangun kembali dinamika kegagahan dan kegigihan sang raja sebelum kembali ke kerajaan

Pribadi Utuh

Kegiatan liburan raja begitu mengagumkan. Ada sisi spiritual, sisi sosial, etika dan kebugaran ragawi. Fantastik luar biasa. Jadi raja dengan rangkaian kegiatan liburannya dan kembali ke kerajaan dengan pribadi yang utuh, lahir, bathin, jiwa dan raga

Kita bisa menginspirasi kegiatan liburan raja ini, dengan kegiatan libur dengan rangkaian tersebut. Bagaimana diciptakan kegiatan spiritual, sosial dan kebugaran dalam libur kita. Dengan kemampuan kita dan suasana kita.

Selamat berlibur sekeluarga. Jadilah keluarga yang kuat.

Novi Saptina

Alumni Fakultas Satra Sejarah UNS Surakarta

Dan sekarang seorang guru juga penulis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline