Lihat ke Halaman Asli

Novi Saptina

Guru berprestasi di bidang bahasa dan menaruh perhatian pada kajian sosial dan budaya

Siaga Banjir dan Kesatuan Ke-Indonesiaan

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Banjir memang menjadi permasalahan kota. Banjir itu bisa datang dari banjir kirimman bias pula dating karena permasalahan kota itu sendiri.

Banjir yang datang dari permasalahan kota adalah banjir yang dikarenakan pengelolaan kota yang salah dan perlu dibenahi. Banjir kiriman adalah permasalahan banjir yang datangnya dari permasalahan muara sungai, biasanya dikarenakan karena keterlambatan pengerukan sungai dan cepatnya pendangkalan sungai. Entah itu karena sampah,longsor dan sebagainya.

Namun semua itu secara umum banjir adalah akumulasi dari permasalahan tersebut yang berkumpul  menjadi satu dan semua itu perlu tindakan untuk mengatasi datangnya banjir seiring dengan datangnya musim penghujan.

Budaya sungai dan contoh dari Belanda

Bagi seluruh kota, kerja bakti warga membersihkan lingkungan dan mengeruk parit-parit sudah harus menjadi acara wajib pada setiap pemukiman dan kampong.Program Gubernur DKI  yang baru Joko Widodo perlu didukung untuk menghidupkan pemanfaatan sungai seperti pengerukan sungai-sungai yang dangkal pelebaran sungai dan cara hidup masyarakat bantaran sungai yang harus diubah polanya. Serta memfungsikan kembali sungai menjadi tempat alur transportasi sehingga terpelihara keberadaan sungainya .Dengan begitu  aliran penampungan air bisa dijangkau dengan sangat memadai. Selanjutnya Jokowi juga menggerakkan kembali kepada pribadi asal yaitu kerja bakti yang dikembalikan menjadi budaya dan jati diri bangsa.

Ketika Belanda meletakkan kehidupannya di Batavia, mereka memanfatkan sungai sebagai daerah aliran yang menampung pengaliran air kiriman dari Bogor dan datangnya curah hujan yang tinggi hingga mampu tertampung dalam aliran-aliran sungai yang membelah kota. Daerah sungai benar-benar difungsikan untuk tata kota sebagai alat transportasi sehingga terjaga keberadaannya berkat fungsi tersebut. Sungai ditata indah bisa dinikmati dan difungsikan.

Seiring dengan kemerdekaan bangsa Indonesia, jumlah penduduk bertambah banyak, namun budaya sungai dan kehidupannya terlupakan. Penghuni bantaran sungai bukan penghuni yang mempunyai pengetahuan budaya sungai,namun penghuninya  adalah mereka yang awan sama sekali dalam menjaga keberadaan budaya sungai. Sehingga sungai-sungai tidak lagi indah dan tertata seperti dulu dan dilupakan oleh penggagas kota. Baru kesadaran datang sudah banyak keterlambatan kehidupan sungai yang miris.

Maka Jokowi ingin mengembalikan keberadaan budaya sungai ini untuk kelestarian kehidupan sungai dan manusia,terutama untuk menampung aliran debit air yang tinggi serta curah hujan. Tidak ada kata terlambat untuk memulai kembali Budaya bangsa yang adiluhung menjaga sungai dengan segala kehidupannya dengan kerja keras pantang lelah.

Ketika kehidupan tiba panas dan hujan adalah anugerah Manusia hanya diwajibkan menjaga dengan arif, saling berwasiat tentang bumi, alam, termasuk sungai titipan dari yang Maha Kuasa yang harus dijaga dan di budidayaan dipelihara keberadaannya

Mari kembali kepada budaya bangsa kerja bakti yang sudah ada sejak dahulu,sebuah kearifan local yang meringankan pekerjaan berat untuk membangun kejayaan sungai

Yang terakhir, segala amal bakti untuk kemasyarakatan akan menimbulkan kesehatan jiwa yang akan menyembuhkan segala penyakit dan luka didada dalam kehidupan. Allah berjanji untuk membalas segala kebaikan ini berkali-kali lipat. Janjinya tidak pernah diingkarinya

(Novi Saptina)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline