sumber lingkaranmedia.blogspot.com Meskipun ujian nasional masih lama, Yang dilaksanakan diakhir semester dua. Namun suasananya sudah sangat terasa sampai sekarang, karena sebelum ujian nasional itu diberikan, ada ujian-ujian pengiring yang menjadi uji coba kemampuan siswa sebelum bertarung di ajang final tersebut. suasana menjelang UN adalah masa untuk bekerja keras bagi pihak-pihka terkait, yaitu siswa, guru dan pihak sekolah. berdasarkan pengalaman yang kita saksikan selama ini UN ternyata tidak lepas dari kecurangan. Hal ini membuat usaha dan kerja keras tersebut terasa percuma. Nah sebagai guru dan pendidik hal ini lah yang harus kembali kita murnikan agar nilai-nilai pendidikan yang tertanam tidak pupus begitu saja. Menjadikan UN sebagai "quality control" atau penentu dari kelulusan siswa bukan lah hal yang tepat, karena dalam ujian nasional hanya bisa mengukur aspek kognitif semata, lalu bagaimana dengan aspek afektif dan spikomotorik yang dimiliki siswa. Menurut Howard Gardner dalam teorinya tentang multiple intelegence (MI) mengatakan bahwa Kecerdasan itu sendiri terbagi dalam delapan katagori yaitunya; kecerdasan linguistik, kecerdasan logis, musikal, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, musikal, visual, dan naturalis. Berdasarkan teori ini dapat kita simpulkan bahwa tidak ada siswa yang bodoh atau tidak berhasil lantaran mereka tidak bisa matematika, atau rendah dalam keterampilan bahasa, karena setiap siswa memiliki jenis kecerdasan yang berbeda munkin saja seorang siswa tidak bagus dalam pelajaran matematika namun dia memiliki bakat yang luar biasa dalam bidang visual, atau musik dan lain sebagainya. hal seperti ini tidak bisa diukur melalui UN. Oleh karena itu UN bukan lagi solusi namun merupakan hukuman bagi dunia pendidikan. Kerena dengan dijadikannya UN sebagai penentu kelulusan siswa, ternyata menjadi momok tersendiri bagi seluruh insan pendidikan. Dampak semua ini menimbulkan efek samping yang tidak sehat terhadap mental dan karakter peserta didik Yang terlibat dalam UN, dengan kondisi yang terjepit, mempertimbangkan standar nilai yang ditetapkan secara nasional, membuat beberapa sekolah melakukan kerja ekstra untuk mempersiapkan siswanya agar bisa mengikuti UN. Baik itu jam tambahan yang dilakukan hampir setiap hari tambah pula bahasan soal yang menggunung. Bukan main hal ini menbuat siswa dan guru kewalahan. Untuk sekolah yang berada di perkotaan dengan fasilitas yang lengkap dan kemampuan siswa yang di atas standar munkin tidak begitu menjadi masalah, namun berbeda hal nya dengan kondisi di daerah-daerah yang tidak memiliki fasilitas lengkap, akses jauh dan keadaan siswa sendiri sulit untuk di arahkan karena beberapa faktor,-- ekonomi, keluarga, masyarakat yang tidak mendukung dan banyak lagi yang lainya. Ini masalah serius yang seharusnya diperhatikan oleh pemerintah sebelum melaksanakan UN sebagai pengukur kemampuan siswa secara nasional dan objektif. Wajar kalau pada pelaksaanannya terjadi kecurangan-kecurangan yang yang dilakukan agar apa yang di inginkan pemerintah tersebut tercapai. Sangat disayangkan jika keadaan ini tetap berlanjut terus menerus, para pelaku pendidikan harus lebih kuat dalam menghadapi apapun sistem yang diterapkan. Semua pihak kususnya para pendidik harus berjuang, bagaimana pendidikan di negeri ini tetap murni dan berkarakter. Artinya UN bukan alasan untuk terjadinya peruntuhan nilai-nilai yang telah tertanan selama ini. kecurangan yang terjadi dalam pelaksanaan UN sangat berdampak besar terhadap kualitas pendidikan, terutama dari segi karakter siswa. hal ini membuat para siswa kehilangan kepercayaan diri untuk bisa melakukan usaha terbaiknya, tidak jujur dan tidak sportif. secara tidak lansung siswa berpikir untuk terus meminta bantuan dalam setiap kesulitan yang ditemukan Dan ini bisa menjadi virus yang menyebar dalam diri siswa nantinya, nilai kejujuran akan hilang dari mereka dan yang tertanam adalah "bohong itu legal dan sah-sah saja". Sejatinya UN bukanlah sesuatu yang tidak bisa diatasi, apa lagi menjadikannya alasan buat kita berlaku curang. Dengan kondisi yang ada saat ini kita bisa melakukan berbagai usaha maksimal jauh sebelum UN. Artinya guru bisa lebih meningkatkan lagi kerja kerasnya dalam mempersiapkan siswa jauh-jauh hari. meningkatkan kedisiplinan dalam mengajar dan belajar maka hal ini bisa membantu siswa selama ujian. Oleh karena itu hal ini perlu kita sadari secara bersama-sama oleh semua pihak yang terkait, mulai dari masyarakat, pemerintah, sekolah, dan orang tua di rumah bagaimana tetap mengajarkan dan memberikan keyakinan bagi siswa untuk percaya pada kemampuan sendiri Serta dengan teguh menjaga nilai-nilai kejujuran yang telah ditanamkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H