Sampah organik adalah jenis sampah yang berasal dari sisa-sisa makhluk hidup, baik dari hewan maupun tumbuhan. Sepert dari sisa makanan, dedaunan dan biodegradable lainnya. Menurut KKBI sendiri, sampah organik merupakan sampah yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan dapat dengan mudah mengalami proses daur ulang.
Karakteristik dari sampah organik terdapat pada proses penguraiannya yang cepat oleh mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Sehingga dianggap ramah lingkungan, karena proses penguraiannya tidak memerlukan campur tangan manusia dan dapat terjadi secara alami. Sampah organik sendiri dibagi menjadi dua jenis, yaitu sampah organik basah yang mengandung air seperti sisa sayuran, kulit buah dan makanan busuk. Kemudian ada sampah organic kering, seperti ranting, dedaunan dan lain sebagainya.
Eksistensi dari sampah organik tidak bisa diabaikan. Dengan meningkatnya populasi dan urbanisasi, volume sampah organik yang dihasilkan semakin besar. Di tempat pembuangan akhir atau TPA sendiri sampah organik mencapai angka 60%. Hal ini tentu berdampak pada lingkungan.
Bahaya Sampah Organik
Penumpukan sampah organik dan non-organik disatu tempat yang sama sendiri juga menimbulkan masalah pada lingkungan dan kesehatan masyarakat. Sampah organik, ketika bercampur dengan sampah non-organik akan menghasilkan cairan leachate atau air lindi yang berbahaya. Cairan tersebut mengandung zat-zat berbahaya yang dapat mencemari tanah dan air tanah di sekitar TPA. Tentunya hal tersebut mengancam kualitas sumber air bagi masyarakat sekitar. Yang mana kemudian dapat menyebabkan masalah kesehatan, seperti penyakit saluran pernapasan dan infeksi kulit bagi mereka yang tinggal disekitar TPA.
Selain itu, penumpukan sampah organik yang tidak dikelola dengan baik dapat menghasilkan gas metana. Gas ini merupakan gas rumah kaca yang jauh lebih berbahaya daripada karbon dioksida. Gas mentana terbentuk ketika sampah organic membusuk dalam kondisi anaerobik (tanpa oksigen) dan jika tumpukan sampah terlalu besar, gas metana dapat terakumulasi hingga menyebabkan ledakan. Sebagaimana tahun 2005 lalu di TPA Leuwigajah, terjadi ledakan akibat gas metana.
Tidak berhenti disitu, penumpukan sampah organik juga pastinya akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Yang kemudian meningkatkan populasi hama, sepeti tikus dan lalat. Hal tersebut tentunya menurunkan kualitas hidup penduduk setempat dan menciptakan ketegangan sosial antara masyarakat dan pengelola TPA.
Oleh karena itu penting untuk mengelola sampah organik dengan serius. Salah satunya dengan mengubah sampah menjadi pupuk, seperti Pupuk Organik Cair atau POC.
Pupuk dari Sampah Organik
Pengadaan komposter pupuk cair atau POC (Pupuk Organik Cair) dapat menjadi salah satu opsi untuk mengelola sampah organik. Dengan meningkatnya kesadaran akan isu lingkungan dan keburuhan untuk mengelola limbah dengan lebih efektif. Penggunaan komposter pupuk cair menawarkan berbagai manfaat yang tidak hanya mendukung pertanian berkelanjutan, namun juga berkontribusi untuk keberlangsungan lingkungan.
Pengadaan komposter ini juga dilakukan oleh Tim KKN NR2 RW 2 Medokan Semampir Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya untuk mengatasi masalah sampah organik. Hal ini membantu mengurangi penumpukan sampah organik yang menyebabkan bau di tempat pembuangan. Selain itu, proses ini juga membantu masyarakat untuk lebih sadar akan pentingnya pemilahan dan pengelolahan sampah sejak awal.
Disamping itu pupuk organik cair yang dihasilkan dari proses pengomposan kaya akan unsur hara makro dan mikro yang diperlukan oleh tanaman. Pupuk ini dapat meningkatkan kesuburan tanah. Dengan demikian, pupuk akan membantu meningkatkan kapasitas menahan air, serta memperbaiki aktivitas mikroorganisme yang bermanfaat.