Lihat ke Halaman Asli

Sepenggal Kisah

Diperbarui: 16 Mei 2023   10:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Tari.. Tari..", terdengar seseorang menggedor pintu kamar kos ku. Suara yang tak asing, sehingga membuatku merasa malas untuk membuka mata dari tidurku.

"Tari.. Tar, buka pintu napa sih? Pasti masih molor deh ni bocah." Suara yang sama. Kali ini ku buka mataku perlahan, menghela nafas panjang, kemudian berusaha bangkit untuk menuruti kemauan Si Tamu yang tak ku undang itu.

Tapi "aww..", kepalaku terasa sangat berat. Berat sekali hingga mataku harus kupejamkan kembali untuk membantu mengurangi rasa sakitnya.

"Tari...", masih suara yang sama dengan suara gedoran yang lebih keras. Mungkin kali ini dia menggunakan tenaga super untuk menggedor pintu kos ku. Dengan segala sisa kekuatan yang kumiliki, aku berusaha bangun. Biarlah sakit kepala ini kutahan sebentar. Aku tidak ingin tetangga kamar kosku datang kemari dan marah-marah karena suara itu.

"Tar, elo enggak apa-apa?" Kalimat pertama yang muncul dari mulutnya saat ku bukakan pintu.

Dia Sila, sahabatku saat kuliah dan masih tetap menjadi sahabatku sampai sekarang. Sila adalah the next emak-emak yang hobi mengomel dan berteriak. Jika aku kesal meladeninya, gadis itu akan kupanggil dengan nama Pancasila. Tapi Sila adalah sahabatku yang paling baik. Orang yang sangat tulus menurutku. Apalagi di kota besar seperti ini, populasi orang yang tulus seperti Sila sangat langka.

"Syukurlah elo masih hidup, gue kira elo gantung diri. Abisnya lama banget elo bukain gue pintu." Celoteh Sila seenaknya.

"Pusing gue. Elo pagi-pagi udah gedor-gedor pintu." Kataku sambil memijat kepala dan merebahkan kembali badanku di tempat tidur. "Ada apa sih pagi-pagi udah ke sini?" Imbuhku sambil kembali memeluk guling.

"Ni gue bawain sarapan." Sila meletakkan bungkus plastik di meja.

Dari aromanya aku tahu jika itu adalah bubur ayam. "Elo baik banget sih, tau aja kalau gue laper." Kataku sambil tersenyum manis, segera bangkit mengambil bungkusan itu dan membukanya.

"Gue tahu, pasti dari semalem elo enggak makan. Dan sekarang elo sakit kepala karena kelaperan."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline