[caption id="attachment_319000" align="aligncenter" width="600" caption="Novi Laksmi Siap mendapat tepuk tangan"][/caption]
Karena manusia hidup harus bermakna, maka hidup Novi Laksmi sedapat mungkin punya makna. Bermakna untuk nusa dan bangsa mungkin terlalu muluk, sebab Novi manusia biasa, bukan anak pejabat yang kaya raya, bukan putri raja yang terkenal dimana-mana, bukan cucu selebriti yang populer di sosial media. Novi gadis biasa, ordinary female, seperti puluhan juta lainnya yang terserak di Indonesia.
Novi Laksmi punya pesan untuk diri sendiri: JANGAN MENYERAH dalam menghadapi tantangan hidup, jangan pulang mengalami rintangan. Karena anugerah terbesar dalam hidup kita adalah saat kita sukses mengatasi masalah, ketika kita berhasil menyelesaikan persoalan rumit. Sebab saat momen itu terjadi, kita sudah lulus ujian dan artinya naik kelas. Kalau kita tidak pernah mengikuti ujian, artinya kita tidak pernah naik tingkat. Mungkin malah tinggal kelas atau bahkan melorot dari kelas tiga ke kelas dua.
Ujian pertama kita, dalam hidup ini, adalah ketika dulu, bertahun-tahun yang lalu, ada ribuan sperma dari ayah kita yang berebut dengan satu telur milik ibu. Betul, ada ribuan, dan yang berhasil hanya satu. Pertemuan zat itulah yang kemudian menghasilkan kromosom dan zygote, membentuk janin dan bayi dan akhirnya lahir tubuh kita yang sempurna, punya tangan dan kaki, punya kepala dan rongga dada.
Kita dulu hanya bisa menangis. Lapar kita menangis, dingin kita menangis, takut kita menangis. Tapi ibu kita sudah paham bahasa bayi, mengerti akan kehendak anaknya. Lalu kita bisa tertawa. Kita bahagia dan tertawa, kita lihat ibu kita dan tertawa. Kita bisa meraba wajah ayah kita dan kita tertawa. Artinya bahagia.
Dengan tawa dan tangis kita mengerti bahasa manusia. Kita dulu tidak jaim untuk tertawa dan menangis. Lalu kita belajar berkata-kata. Kemudian belajar berjalan dan berlari. Belajar memaknai peristiwa dan menandai benda-benda. Semakin besar tubuh kita semakin berat beban kita. Semakin tumbuh badan kita semakin tinggi tantangan hidup kita.
Tetapi dulu kita tidak menyerah menghadapi kegagalan. Kita pernah gagal saat ingin tengkurap pertama kali. Kita tidak menyerah, hanya menangis dan kemudian mencoba lagi. Kita pernah gagal saat mencoba duduk, kita tidak menyerah, hanya menangis dan kemudian mencoba lagi. Kita pernah gagal berdiri, kita tidak menyerah, hanya menangis dan mencoba lagi. Sampai berhasil duduk, sukses berdiri, lalu berjalan dan berlari. Itulah sifat asli kita, saat bayi, dan seharusnya kita bawa sampai mati. Kita boleh gagal mencoba sesuatu, yang perlu kita lakukan hanyalah menangis dan kemudian mencoba lagi. Sampai berhasil.
Memalukankah bila orang dewasa menangis? Tentu tidak. Menangis itu bahasa tubuh, reaksi alami dalam menghadapi kegagalan dan kesedihan. Bahkan kita bisa menangis ketika bahagia. Jadi itu reaksi kimiawi dalam tubuh kita, sudah include dalam mekanisme alami sejak kita tercipta.
Tentu saja ketika dewasa kita menangis karena sebab berbeda. Ketika kita menangis karena gagal masuk universitas favorit misalnya, itu lumrah dan banyak remaja mengalaminya. Ketika kita sedih dan menangis karena saudara atau teman atau tetangga kita meninggal dunia, itu wajar dan manusiawi, bahkan Nabi pun menagis karena kematian anak tercintanya.
Yang penting adalah kita harus sadar apakah tangis kita akan mengubah sesuatu atau tidak. Untuk kasus kehilangan nyawa, tentu tidak, menangis setiap malam pun yang sudah berpulang tak akan kembali. Untuk kasus gagal masuk ke Perguruan Tinggi, tentu kita bisa mengubah takdir dengan takdir lainnya. Jadi boleh menangis gagal masuk ITB, tapi sebentar saja, lima menit cukup, untuk kemudian kita mencoba masuk ke Unpad atau UI atau IPB atau mencoba lagi tahun depan. Menangis karena pacar direbut orang, boleh, tapi dua menit saja, esok hari kita harus tegar dan percaya bahwa banyak lelaki yang masih tersedia dan available untuk dijadikan pasangan.
Itulah ujian untuk naik kelas. Orang yang tidak pernah gagal tentu sulit merasakan bagaimana rasanya berhasil. Orang yang mudah mendapatkan sesuatu akan mudah melupakan dan kurang pandai bersyukur. Semakin sulit sesuatu kita raih akan semakin bahagia kita dan banyak alasan untuk kita bersyukur.