Lihat ke Halaman Asli

Mengajar dengan Sabar dan Tanpa Pamrih

Diperbarui: 13 Mei 2022   22:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

" sinau sing tenanan, ngaji sing tenanan, ojo sampek ngroso kesel anggone nuntut ilmu mergo sejatine wong iku didelok soko ilmune".

Masa yang sering dan gampang membuat orang menjadi nostalgic adalah masa kanak-kanak.  Masa kecil ialah masa dimana banyak kenangan yang terekam dalam benak masing masing. Dimana kita pada saat itu masih dibilang lugu, imut, dan orang jawa sering mengatakan "ijek umbelen". Salah satunya adalah masa dimana kita bagi umat muslim untuk belajar mengaji. Mengaji merupakan sebuah kegiatan yang kebanyakan anak kecil lakukan pada zaman dahulu. Anak zaman sekarang di desa saya lebih banyak diajar oleh orang tua masing masing.

Jika diingat lebih mandalam kenangan pada saat itu sangatlah banyak. Saya mengaji di seorang guru ngaji yang akrab disapa dengan nama Bu Is. Mulai mengaji pada usia 4 tahun. Walaupun keaadaan langit masih terbilang cukup panas namun tak menghilangkan semangat untuk pergi belajar mengaji. Tanpa disuruh dengan orang tua ketia sudah meiihat jam setengah 3 saya akan pergi mandi untuk bersiap berangkat mengaji. Apalagi sistem mengaji disana siapa yang datang awal akan mengaji terlebih dahulu dan bila agaak sorean sedikit sudah pasti banyak antrean.

Namanya juga TPA, pasti kegiatan utamnya adalah belajar membaca Al-quran  dengan iqra' 1  mengawaali belajar mengaji ( A, Ba, Ta, Tsa ) membaca dengan disimak ustadzahnya. Teringat dengan jelas bagaimana Bu Is dengan sabar mengajari saya yang lumayan lama untuk menghafal huruf huruf tersebut. " Sampean dulu itu paling susah membedakan huruf Ja, Kha, Kho ". Karena hal ini untuk lebih menanamkan ke daya ingat  ibu saya yang selalu menanyakan apaa yang telah dipeajari dari mengaji hari ini.

Dengan seiring berjalannya waktu dan semangat dalam belajar saya dapat membedakan dan mengerti huruf huruf hijaiyah. Setelah selesainya iqra' 1 kemudian dilanjutkan ke iqra' 2 dimana kebahagiaan terpancar dan selalu disampaaikan ke orang orang terdekat " eh aku sudah iqra' 2". Disana mulai mempelajari huruf hijaiyah yang disambung, nah disini juga sedikit merasa kesusahan namun saya selalu dibantu oleh kakak laki laki saya untuk mempelajarinya lebih dalam. Menurut beliau kami kalau sedang akrab enak banget untuk dilihat namun jika lagi bertengkar udah pasti kewalahan untuk mengatasinya namun beliau menyadari bahwa kami juga masih usia kanak kanak.

            Ketika sudah menginjak bangku taman kanak kanak kelas B berangkat mengaji tidak agi diantar oleh orang tua melainkan berangkat dengan bersepeda bersama teman teman. Karena jarak dari rumah menuju rumah beliau kita berangkat melewati jalan tembusan.

            Dijalan ini banyak sekali kenangan, karena jalannya yang kecil dan Ketika hujan pasti licin untuk pertama kalinya saya berangkat menggunakan sepeda disana saya jatuh dan masuk ke sawah warga yang baru saja di tanami pari. Saat itu saya tidak jadi berangkat karena baju yang penuh dengan lumpur. Pada saat jatuh si ngga nangis malah ketawa terbahak bahak dengan teman teman namun Ketika sampai rumah malah menangis karena tau ada luka di kaki karena posisi waktu jatuh itu tubuhku tertimpa dengan sepeda yang kukendarai.

            Nah, keesokannya alhamdulillah sudah khatam iqra', pasti bangga nih lanjut dengan jus ama, Karena saya Taman kanak kanaknya di RA ( Raudhotul Athfal) udah pasti diajarin dan menghafal surat surat pendek walaupun Cuman beberapa surat saja. Giliran saya maju untuk mengaji karena sudah ada bekal di RA nah pada saat itu ngaji saya lumayan lama karena lancar membacanya. Hehe gatau kenapa ada rasa bangga kalau kita bisa ngaji lama dan jumlah nya banyak, ya minimal bisa disombongkan ke teman yang lainnya. Apa mungkin karena dulu waktu iqra' 1 susah sekali menghafalnya.

            Alhamdulllah aahirnya kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah khatam membaca Al quran. Hal ini berjalan berkat bimbingan dan kesabaran beliau, beliau mengajar ngaji bukan sebagai pekerjaan namun tujuan beliau hanya ingin anak anak pandai mengaj menjadi anak yang sholih dan sholihah. Bisa dibilang beliau mengajar tidak mendapatkan gaji, orang tua hanya mengasi sangu seikhlasnya tanpa ada patokan biayanya.

            Selain mengajar ngaji pada sore hari beliu mengajar di RA tempat saya bersekolah zaman dulu. Beliau mengajar kurang lebih sekitar 15 tahun, bukan waktu yang singkat juga butuh ketelatenan, kesabaran yang maksimal untuk mengajar anak anak.

            Beliau mulai mengajar ngaji karena ada permintaan dari orang tua di RA, awal mengajar hanya ada 6 orang lama kelamaan banyak yang mengetahui dan ahirnya menjadi banyak. Di ruang tamu rumah beliaunya lah kami berkumpul untuk belajar mengaji, suasanya yang ramai, ceria selalu mendampingi prosess belajar kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline