Dieng adalah daerah pegunungan yang terletak di Wonosobo, Jawa Tengah. Orang-orang biasanya menyebut Dieng sebagai Negeri Di Atas Awan. Kawasan pegunungan Dieng merupakan salah satu destinasi wisata alam Indonesia yang menakjubkan. Selain petualangan seru, perjalanan ke Dieng menawarkan kesempatan untuk terhubung dengan alam dan kekayaan budaya daerah.
Keindahan alam Dieng yang mempesona, antara lain kebun sayur, pegunungan yang ditumbuhi tanaman hijau, dan pesona alam lainnya yang mempesona menjadi salah satu daya tarik utama kota ini. Pengunjung dapat menikmati pemandangan menakjubkan dan udara sejuk menyegarkan jauh dari kebisingan kota apalagi jika berkesempatan melihat matahari terbit di pagi hari.
Saat libur semester kemarin saya dan teman-teman berkunjung ke Dieng. Kami memilih hari kamis agar tidak ramai pengunjung. Perjalanan dari Jogja dimulai pada pukul 03.00 WIB untuk menghindari macet dan ingin menikmati sunrise. Setelah 1,5 jam perjalanan kami memutuskan untuk istirahat dan ibadah terlebih dahulu. Selang 15 menit kami melanjutkan perjalanan dan tiba di Wonosobo pada pukul 06.00 WIB. Tubuh tertusuk dengan suhu di kawasan Dieng.
Ada salah satu teman nyeletuk "Buset....ini mah dingin banget" karena suhu pada pagi itu 16 C. Bahkan saya dan beberapa teman memakai baju dan jaket berlapis-lapis masih tetap kedinginan. Ada satu teman yang hanya memakai kaos tipis dan jaket tipis satu lapis. Dia sangat kedinginan sampai menggigil dan duduk di pinggir jalan untuk berjemur sementara.
Beberapa menit kemudian, kita melanjutkan perjalanan menuju 0 KM Dieng. Di sepanjang jalan menuju 0 KM kami sangat terpukau dengan pemandangan perkebunan terasering dan matahari juga mulai muncul serta diiringi dengan kabut yang menyelimuti puncak Gunung Prau, Gunung Sumbing, dan Gunung Bisma yang sangat memanjakan mata. Sesampainya di 0 KM kami memutuskan untuk sarapan terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke destinasi wisata. Teman-teman saya sarapan di warteg tetapi saya dan salah satu teman memilih untuk tidak makan nasi melainkan makan jajanan tradisional yang bernama cenil.
Dieng terkenal dengan keindahan alamnya yang luar biasa, seperti Kawah Sikidang yang memperlihatkan pergeseran geologi yang dinamis. Oleh karena itu, setelah sarapan kami memutuskan untuk mengunjunginya. Tiket masuk di Kawah Sikidang perorang Rp. 30.000,00 dan parkir Rp 3.000,00 permotor. Fenomena alam di Kawah Sikidang antara lain kolam-kolam di dalam kawah yang bergerak seperti rusa, gas berwarna, dan lumpur panas. Para pengunjung dapat melihat asap belerang muncul dari lubang-lubang kecil, membuat udara terasa seperti ruang. Keunikan ini memberikan pengalaman yang jarang ditemui di tempat lain. Dari dasar lubang, pengunjung dapat melihat semburan lumpur dan asap, namun terdapat bau asap yang menyengat. Sehingga sebelum memasuki pintu masuk pengelola sangat menyarankan pengunjung untuk menggunakan masker.
Kami sangat menikmati dan lanjut menyusuri jalan di Kawah Sikidang yang terbuat dari kayu tersebut. Akan tetapi tidak bisa berlama-lama karena bau belerang yang sangat menyengat membuat pusing. "Bau banget eh kayak bau air got" ujar teman saya saat melewati kawasan utamanya. Kami berfoto-foto di kawasan utama selama beberapa menit dan melanjutkan perjalanan menuju pintu keluar dengan bercanda gurau. Jalanannya terasa jauh banget sehingga saya mengeluh ke beberapa teman "Ah cape aku gakuat kita istirahat bentar ya" kemudian beberapa teman saya setuju untuk istirahat sebentar dan berjalan perlahan tetapi ada 2 teman saya yang melanjutkan perjalanan karena ingin segera ke kamar mandi.
Jadi, di sepanjang jalan menuju pintu keluar banyak penjual oleh-oleh sepeti minuman khas Dieng yang bernama Carica, kaos anak ataupun orang dewasa yang ada tulisan Dieng, kentang, cabai, dan macam-macam kerupuk. Di sepanjang jalan para penjual menawarkan dagangannya dengan strategi marketingnya masing-masing. Ada beberapa penjual yang menjual jajanan seperti pentol, sempol, cilok, siomay, serabi, dan macam-macam lainnya. Dagangan yang dijual disana harganya sangat terjangkau daripada yang di jual di toko oleh-oleh. Beberapa menit kemudian, kami sudah sampai di parkiran dan memutuskan untuk istirahat sebentar.
Selain itu, Dieng juga terkenal dengan danau-danaunya yang menakjubkan, seperti Danau Telaga Menjer. Telaga Menjer merupakan telaga standar terbesar yang ada di kawasan wisata Tingkat Dieng. Danau ini berkedalaman sekitar 50 meter dan terletak di Kota Maron, Daerah Garung, Rezim Wonosobo, Jawa Tengah. Luas wilayahnya sekitar 70 hektar. Telaga Menjer terbentuk dari letusan gunung berapi di kaki Gunung Pakuwaja yang terjadi beberapa waktu lalu. Di sore hari, hamparan luas dan sejuknya udara di sekitar Telaga Menjer memberikan pemandangan yang menakjubkan. Selain menjadi tempat liburan populer, Telaga Menjer telah digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sejak tahun 1970-an.
Setelah dari Kawah Sikidang, kami melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutnya yaitu Telaga Menjer tersebut. Di sepanjang jalan kami terpukau dengan hamparan kebun teh yang sangat menyejukkan mata. Jalanan yang berliku dengan jurang di samping jalan membuat jantung berdebar. Setiba disana kami segera membeli tiket dengan harga perorang Rp 8.000,00 dan parkir permotor Rp 3.000,00 . Disana helm pengunjung wajib dititipkan ke pengelola agar tidak hilang. Dari parkiran ke telaganya kita harus berjalan beberapa menit dan melewati PLTA apabila ingin di spot paling ujung. Di Telaga Menjer kita juga dapat naik perahu untuk menyusuri telaga tersebut dengan harga perkapal Rp 300.000,00 atau perorang Rp 50.000,00. Kita bersantai di pinggir Telaga Menjer sambil berfoto-foto dan bercanda gurau dan menghayal suatu saat bisa kembali mengunjungi tempat tersebut dengan pasangan.
Tidak terasa kami sudah beberapa jam di tempat tersebut dan cuaca juga sudah mulai mendung sehingga kami memutuskan untuk pulang ke Jogja. Di perjalanan pulang kami sangat beruntung karena dapat melihat kabut di bawah. Hal ini yang biasanya Dieng disebut sebagai negeri di atas awan. Namun, ketika kami sudah sampai bawah jalanan dipenuhi dengan kabut dan jarak pandang juga sangat minim jadi harus berhati-hati karenan jalan turunan yang sangat menikuk dan berkelok-kelok.