Minggu pagi,
Di salah satu sudut kota Praha,
Dan aku pun masih terkesima,
Bahkan ketika tak satu pun kulewatkan,
Empat musim pertamaku,
Jauh dari sudut kotaku.
Tak salah jika banyak sekali wisatawan yang mengagumi Cekoslovakia dengan ibu kotanya, Praha.
Atmosfir yang ditawarkan oleh Praha sungguhlah menghangatkan hati sekaligus menyejukkan mata.
Atmosfir yang membuat seolah ingin kembali lagi dan lagi, meski hanya sekedar untuk berjalan saja di sepanjang Charles Bridge, memandangi sungai yang mengalir di bawahnya.
Ah, lagi-lagi, kota-kota di Eropa dengan jembatan dan sungai itu memang sepertinya punya magnet!
Sebuah rencana yang cukup mendadak di bulan Desember kala itu, sekadar untuk melewatkan akhir pekan agar tidak membosankan.
Praha, saya pilih untuk rencana akhir pekan tersebut, karena jaraknya yang cukup dekat dengan kota tempat saya tinggal.
Sabtu pagi, dengan menaiki Flixbus, saya dan teman Nepal saya menempuh jarak perjalanan selama 3 jam untuk tiba di Praha.
Sesampainya di ZOB (Zentrale Omnibus Bahnhof/Terminal Bus) Praha, kami pun mencari mesin tiket untuk membeli tiket MRT.
Sayangnya, mesin tiket tersebut tidak menerima kartu ATM ataupun uang pecahan Euro (ah iya saat itu saya lupa, negara-negara Eropa Tengah memiliki mata uang tersendiri dan bukan mata uang Euro). Dan juga, mesin tiket itu hanya menerima uang koin saja.