Lihat ke Halaman Asli

Upaya Menanamkan Kecerdasan Emosional Pada Anak Usia Dini dalam Pendidikan Islam

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan Islam dalam anak usia dini memiliki tujuan untuk menanamkan nilai-nilai agama sedini mungkin kepada si Anak dengan menyesuaikan pertumbuh kembangan yang dialaminya. Dengan cara menyampaikan nilai-nilai akidah, akhlak sesaui dengan kemampuannya. Tanpa harus memaksa si Anak untuk memahami keseluruhan tentang agama tetapi mengenalkan kepada anak tentang Allah dan membenarkan apabila si Anak melakukan tindakan-tindakan yang kurang terpuji.

Anak usia dini adalah anak-anak yang berusia 0-6 tahun (di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional). Anak usia dini yang dimaksud adalah anak yang masih pada masa pertumbuhan dan perkembangan yang untuk baik dalam bahasa, komunikasi, kecerdasan emisional, kecerdasan spiritual dan lain-lain.

Saat ini di Indonesia sudah terdapat PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) adalah suatu proses pembinaan khusus untuk anak diusia baru lahir hingga enam tahun secara menyeluruh yang mencakup efek fisik dan nonfisik, dengan memberi rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani ritual), mototik, akal pikiran, emosional dan sosial yang tepat agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. (Mansur,2005’ 88-89)

Emosi adalah dorongan untuk melakukan sesuatu untuk bertindak. Dengan adanya emosi memiliki manfaat kelangsungan hidup suatu individu. Kemanfaatan emosi akan dapat dirasakan apabila terungkap dengan wajar dan sebaliknya apabila terungkap secara berlebihan maka akan diperoleh kerugian yang membahayakan. Contoh dari ungkapan emosi yang berlebihan dan menimbulkan kerugian diwujudkan dengan brutal, kejam dan tidak berperasaan. Manusia dapat menunjukkan keberadaannya dalam masalah-masalah manusiawi. Perasaan itu tidak dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya jika hanya menggunakan rasio, tetapi harus menggunakan suara hati atau bahasa emosi (Goleman, 1999: 72-73).

Berkaitan dengan emosi, Islam telah memiliki konsep tersendiri yang bisa didapatkan dalam sumber ajaran islam yaitu pada Al-Quran dan hadist yang tidak hanya memahami akal si anak saja. Islam memandang emosi merupakan karunia dari Allah yang diberikan kepada seluruh mahluk-mahluk-Nya termasuk juga hewan yang diberikan emosi untuk mempertahankan hidup sedangkan manusia juga diberikan akal untuk berfikir.

Kecerdasan emosional pada anak usia dini dalam pendidikan islam memiliki tujuan untuk menanamkan kepada si anak tentang pengendalian emosi seperti rasa sopan santun sedini mungkin. Agar kelak jikasi anak sudah dewasa mampu mengendalikan emosinya dan menggunakan emosi tersebut pada tindakan-tindakan yang positif bukan negatif. Karena mengingat bahwa pengalaman dan pendidikan anak usia dini merupaka pondasi dasar yang penting dalam kehidupan si anak nantinya. Akhir-akhir ini sering sekali terjadi kasus-kasus tentang hilangnya sopan santun . hal ini menunjukkan bahwa emosi-emosi yang tidak tekendali dalam kehidupan sehari-hari dan orang-orang yang di sekeliling kita menjadi mudah tersinggung, marah dan bersikap kurang terpuji.

Untuk menanamkan kecerdasan emosi kepada si Anak seharusnya memahami terlebih dahulu tentang perkembangan emosi pada anak agar hasilnya nanti dapat maksimal. Emosi yang dimiliki oleh anak adalah emosi, takut, cemas, marah, cemburu, kegembiraan, kesenangan kenikmatan, kasih sayang dan rasa ingin tahu (Yusuf, 2002:167-169). Pendidikan islam usia dini yang mencakup kecerdasan emosional yakni tentang kesabaran dan sikap empati. Memiliki tujuan mulia membentuk generasi muslim yang bertaqwa dengan mencakup metode yang dipilih yaitu metode dengan keteladanan, pembiasaan, nasiahat dan pemberian hukuman yang mendidik.

Pihak yang paling berperan besar dalam pendidikan islam diusia awal adalah keluarga, terutama kedua orang tua. Orang tua merupakan madrasah pertama bagi seorang anak. Semua yang dilakukan orang tua dalam kehidupan sehari-hari pastinya akan ditiru oleh anak. Faktor genetik juga berperan dalam pendidikan islam. Seperti hadis Rasulullah “ Tidak diciptakan manusia kecuali dalam keadan fitrah,... (HR Hakddj). Menurut Yasi Mustofa, 2007: 148-149) Maka dari itu orang tua memiliki upaya-upaya untuk menumbuhkan kecerdasan emosi pada anak yaitu:

A.Menjalankan fungsi-fungsi keluarga dengan baik, seperti fungsi biologis, fungsi ekonomi, fungsi kasih sayang, fungsi pendidikan, fungsi perlindungan, fungsi sosialisasi, fungsi rekreasi dan fungsi agama.

B.Menjadi pendidik yangh bertakwa dengan ciri memiliki visi dan misi hidup, merasakan kehadiran Allah Swt, memiliki sikap empati, berjiwa besar dan senang melayani.

C.Memberi keteladanan kepada anak sebagai salah satu metode yang paling efektif dan utama, membiasakan, menasehati dan memberi perintah kepada anak dalam proses penumbuhan kecerdasan emosi pada anak sera memberi hukuman yang sesuai dengan tahap perkembangan anak.

Keluarga dan para pendidik berperan langsung dalam pembentukan kecerdasan emosi. Apabila di dalam rumah orang tua yang bertanggung jawab mendidik si anak kemudian apabila di sekolah yang bertanggung jawab adalah para pendidik. Di keluarga ataupun di sekolah hendaknya mereka selalu mengajarkan nilai-nilai agama kepada si anak. Apabila terjadi kegagalan dalam pembentukan kecerdasan emosi tidak bisa menyalahkan salah satu pihak saja. Antara keluarga dan pendidik ini tidak akan mampu membentuk kecerdasan emosi yang maksimal pada anak apabilakedua komponen ini tidak saling mendukung.

Sebagai contoh apabila di dalam sekolah seorang anak telah diajarkan untuk menanamkan sikap-sikap mulia dalam semua aspek kehidupan akan tetapi ketika sampai di rumah orang tua tidak mengajarkan hal yang senada. Maka ini terjadi tidaknya keselasaran pada dua faktor penting yaitu keluarga dan para pendidik di sekolah.

Disini keluarga juga menjalankan upaya-upaya yang bersifat khusus yang diharapkan mampu menumbuhkan kecakapan pribadi yang berupa kesadaran diri yaitu mengenali kondiri diri, kesukaan, sumber daya, dan intuisi, pengaturan diri yaitu mengelola kondisi, impuls, dan sumber daya sendiri, motivasi yaitu kecenderungan emosi yang mengantarkan peraihan sasaran. (Yasin Msthofa: 2007, 149)

Di samping menumbuhkan kecakapan sosial yaitu empati ,kesadaran lingkungan, kepentingan orang lain dan mengajarkan si anak untuk lebih peka kepada segala sesuatu yang terjadi pada lingkungannya. Dan diharapkan nantinya si anak ini mampu mengendalikan emosinya yang dialaminya dengan rasa gembira, kasih sayang dan rasa ingin tahu supaya anak memiliki kemamuan untuk berinteraksi sosial dengan baik terhadap dirinya sendiri maupun dengan lingkingan sekitar.

Orang tua dan para penddidik bisa menanamkan nilai-nilai agama kepada si anak dengan berbagai macam cara. Salah satunya adalah dengan menceritakan kepada si anak kisah-kisah teladan yang di dalamnya terkandung nasihat, motivasi serta menjawab semua pertayaan yang ditanyakan oleh si anak. Orang tua dan pendidikik menjawab pertayaan-pertayaan si anak dengan antusias dan mengupayakan agar jawaban yang diberikan mampu dipahamnya sesuai dengan kemampuan yang ia miliki.

Sebelum menanamkan kecerdasan emosi pada anak hendaknya orang tua dan para pendidik mengetahui, memahami dan melaksanakan kecerdasan emosi pada anak agar tujuan awal pendidikan islam yang menamkan nilai-nilai akidah, akhlak dapat berjalan dengan lancar dan mendapatkan hasil yang diinginkan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline