Lihat ke Halaman Asli

Psycholostory #20: Sepuluh Istilah Obrolan Anak Psikologi

Diperbarui: 4 April 2017   17:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hallo, saat ini #Psycholostory sudah genap di edisi ke 20. Semoga informasi-informasi yang disampaikan sejauh ini bisa bermanfaat, ya! Di edisi spesial kali ini, kita akan coba membahas istilah-istilah yang sering keluar di obrolan anak-anak Psikologi dalam kesehariannya. Saking banyaknya istilah yang harus dipahami, akhirnya istilah-istilah itu kebawa deh di kehidupan sehari-hari. Yuk kita cari tau artinya!

Proyeksi

Bisa dibilang ini adalah istilah yang paling sering keluar. Istilah ini biasanya dimengerti sama mereka yang udah beres ngambil mata kuliah Psikologi Kepribadian 1. Intinya, istilah ini hampir sama lah sama peribahasa lempar batu sembunyi tangan. Kita bilang sesuatu tentang orang lain, padahal sebenernya itu ya tentang kita. Tapi karena malu, gak mau ngaku deh.

Contoh:

“Eh ayo dong cepet balik, Budi gak tahan tuh pengen balik banget.” Kata Ani, padahal yang pengen balik itu Ani.

Terus kata Budi, “Lha? Apaan sih lo? Proyeksi deh! Sebenernya elo kan yang pengen balik?”

Persepsi

Ini nih, bosen banget ngedengerin istilah ini karena hampir setiap hari dipake. Let’s say twenty-four seven lah! Hampir sama dengan pengertian persepsi yang dimengerti kebanyakan orang, arti persepsi menurut anak Psikologi juga adalah cara pandang alias point of view. Meskipun memang istilah ini juga bisa mereka artikan dengan lebih spesifik, yaitu proses menginterpretasi stimulus sensorik. Penggunaan istilah ini banyak banget dipakai.

Contoh:

“Gini deh, yuk kita samain dulu persepsi kita, menurut aku seharusnya kita bisa blablablablabla …” atau “Ya wajarlah kalau kamu menganggap ini A dan dia nganggap ini B, kalian individu yang beda, persepsinya juga udah pasti beda.”

Hallo Effect

Istilah yang satu ini juga sering ada di obrolan anak-anak Psikologi. Istilah ini keluar dari mata kuliah Psikodiagnostik 2, yaitu Observasi. Hallo effect berarti kesan pertama yang kita tangkap ketika kita ketemu atau ngobrol untuk pertama kali sama orang lain.

Contoh:

Ani bilang “Tadi gue kenalan sama cowok, anak fakultas sebelah. Dia ramah banget deh. Cara pake bajunya rapi. Senyumnya manis banget. Kayaknya dia baik deh.”

Kemudian Budi menimpali, “Eitssss, hati-hati hallo effect, lho! Belum tentu dia sebaik itu.”

Stressor

Biasanya, istilah ini dipake kalau lagi curhat. Haha! Istilah ini muncul dari banyak mata kuliah, salah satunya Psikologi Klinis, tepatnya ketika membahas tentang stress. Arti dari stressor adalah sumber-sumber yang dianggap oleh individu bisa memunculkan stress. Singkatnya, stressor berarti sumber stress.

Contoh:

“Aaaaaargh! Pusing banget, semester ini banyak stressor. Tugas banyak, kuis mulu, organisasi juga rapat mulu deh!”

Prokrastinasi

Ada yang udah pernah dengar istilah ini? Istilah ini disadur dari kata yang sama dalam bahasa Inggris, yaitu procrastination. Kalau kata anak Psikologi, istilah ini berarti menunda-nunda untuk melakukan sesuatu atau menunda untuk menyelesaikan pekerjaan. Biasanya, istilah ini identik sama malas.

Contoh:

“Eh yuk nugas yuk, jangan prokrastinasi dong!” atau

“Eh cepetan dilamar, jangan kelamaan prokrastinasi, nanti bahaya kalau dia berubah pikiran. Padahal dia udah kasih banyak kode lho. Ah payah nih!”

Observasi

Sebenernya istilah ini bukan hanya sering dikatakan sama anak Psikologi, tapi juga sering dilakukan. Simplenya, observasi berarti memperhatikan sesuatu atau seseorang secara detail. Kalau di keramaian ada sekumpulan anak Psikologi, pasti diantara mereka ada aja yang iseng mengobservasi sekitarnya. Ini asik banget, karena kita jadi bisa tau sesuatu hal tentang orang lain tanpa harus bertanya apa-apa. Dari observasi, kita juga bisa lebih paham apa yang sebenarnya ingin disampaikan orang lain kepada kita lewat kata-katanya. Mengapa? Karena orang menyampaikan pesan melalui dua hal, yaitu pesan verbal (yang dikatakan) dan pesan non-verbal (yang disampaikan melalui sikap atau gerakan).

Persona

Istilah ini biasanya dikatakan sama anak Psikologi yang udah kenalan sama Teori Kepribadian Analitikal dari Jung. Salah satu konsep Jung dalam teorinya itu adalah Persona. Persona berarti topeng atau wajah yang digunakan oleh individu ketika menghadapi situasi publik. Kamu pasti pernah denger kan kalau yaaa bisa dibilang katanya manusia itu hidupnya bertopeng, gak ada yang tau kepribadian aslinya dia selain dirinya sendiri dan orang-orang yang dekat dengannya?

Contoh:

“Hahahaha, persona banget sih lo! Di kampus aja sok-sokan jadi cewek kuat. Padahal kalau di rumah, ke kamar mandi aja minta dianter. Fufufu!”

Psikosomatis

Jadi gini, hal-hal yang terjadi di fisik manusia bisa berefek ke kondisi psikologisnya. Sebaliknya, kondisi psikologis tertentu juga bisa berdampak ke kondisi fisik. Pernah lihat kan ada orang yang mondar-mandir ke kamar mandi karena grogi? Nah itulah contoh dari kondisi psikologis yang berpengaruh ke kondisi fisik. Padahal, bisa jadi sebenernya dia ga pengen-pengen banget buang air. Itu dia yang disebut psikosomatis.

Contoh:

“Aduh gue sakit perut banget ini, padahal mau bimbingan.”

“Yaelah, lo mah bukan sakit perut sakit perut banget kayaknya, psikosomatis itu mah gara-gara dospem lo galak. Hahahaha.”

Introvert – Extrovert

Istilah ini biasanya dipakai kalau kita mau ngasih sedikit gambaran tentang kepribadian seseorang. Sebenernya istilah ini udah cukup terkenal, mereka yang bukan anak Psikologi juga sering pakai istilah ini. Jadi, introvert itu mengacu pada kepribadian seseorang yang cenderung pendiam, atau orientasi perilakunya lebih ke diri sendiri. Sedangkan, extrovert berarti kepribadian seseorang yang cenderung rame, atau orientasi perilakunya lebih ke orang lain.

Contoh:

“Ani sama Budi cocok deh kalau jadi pasangan hidup. Ani rame banget orangnya, cheerful, pokoknya extro banget deh. Sementara Budi kayaknya kalem banget, tenang, intro pokoknya. Mereka seharusnya sih bisa saling melengkapi.”

Mere-Exposure Effect

Istilah ini muncul dari pembahasan Psikologi Sosial. Mere-exposure effect simplenya bisa diartikan sebagai perubahan sikap atau persepsi seseorang terhadap sesuatu atau seseorang. Asalnya negatif, jadi positif. Mengapa? Karena seringnya bertemu, atau seringnya mendengar, dan sejenisnya. Inilah salah satunya yang bikin kita jadi suka sama lagu yang alay karena terus-terusan dengerin.

Contoh:

“Gimana dong, gue gak suka sama dia, eh malah sedivisi di kabinet. Padahal, gue sebel banget.”

“Tenang aja, mere exposure effect kali, lama-lama juga lo bisa nganggap dia baik dan bisa diajak kerjasama.”

Oke, itulah bocoran arti istilah-istilah yang sering dipakai anak Psikologi dalam kesehariannya. Sekarang kamu udah tau kan? Nah, nanti kalau kamu ketemu sama temenmu yang anak Psikologi, coba ngobrol pakai istilah di atas deh. Pasti dia kaget kenapa kamu bisa tau. Hahaha. Jangan bilang kalau kamu tau dari #Psycholostory ya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline