Lihat ke Halaman Asli

Novie Dwi Niafitri

Mahasiswi Sosiologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mengenal Teori Labelling: Howard S. Becker

Diperbarui: 27 Desember 2023   22:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kehidupan saya selama bapak saya menjabat menjadi kepala dusun, menjadikan munculnya sebutan "anake pak dukuh" melekat pada diri saya. Saya rasa masyarakat luas mengartikan sebutan tersebut sebagai seseorang yang disegani dan dapat dijadikan contoh baik dalam segala hal. Harapan yang disandarkan melalui sebutan tersebut terlalu tinggi. Masyarakat menjadikannya sebagai patokan atau tolak ukur contoh bagi warga yang lainnya. Hal tersebut kerap kali menjadi sorotan.

Beberapa kali dalam acara dusun seperti acara tujuh belas agustus, atau acara ramadhan pastinya akan dilakukan pembentukan kepanitiaan. Nah, saat pembentukan kepanitiaan pasti ada saja yang kemudian mengajukan saya dengan alasan karena anaknya pak dukuh. Padahal jika ditinjau kembali masih banyak orang yang mempunyai potensi lebih dibandingkan dengan diri saya. Hal tersebut kerap menjadi pertanyaan besar bagi diri saya, kenapa orang-orang mengajukan saya terus menerus. Bagi beberapa pihak menganggap saya pasti bisa dengan mudah mengurusi kegiatan-kegiatan tersebut karena di backing langsung oleh bapak dukuh. Dan pastinya kalau ada hal-hal mendesak antara kepanitiaan dengan bapak dukuh akan lebih mudah teratasi melalui perantara saya. Tetapi menurut saya hal-hal tersebut terlalu memberatkan bagi salah satu pihak yaitu pihak yang mendapat cap tersebut. Karena dengan pelabelan menjadikan saya kehilangan jati diri dan selalu berusaha tampak sempurna dalam  kepanitiaan maupun di mata masyarakat luas. Dan apabila terdapat suatu kesalahan saya maka hal tersebut yang akan menjadi sorotan besar dan muncul anggapan-anggapan "anake pak dukuh kok ngene", "ora keno dadi conto apik nggo liane", dll.

Kisah ini saya rasa relevan dengan teori labelling yang dikemukakan oleh Howard S Becker. Howard S Becker merupakan seorang sosiolog asal Amerika kelahiran 18 April 1928 dan meninggal pada 16 Agustus 2023 di San Francisco. Beliau merupakan sosiolog yang terkenal dengan studinya mengenai pekerjaan, pendidikan, penyimpangan, dan seni.

Becker mendasarkan teori pelabelan pada gagasan bahwa seorang penyimpang sosial bukanlah individu yang inheren menyimpang, melainkan ia melakukan penyimpangan karena telah diberikan julukan atau cap tersebut. Sedangkan Labelling menurut Edwin M. Lemert seorang melakukan penyimpangan karena suatu proses pemberian label atau penggunaan nama julukan, cap, label yang diberikan oleh komunitas/ masyarakat pada individu. Terdapat pemikiran dasar teori pelabelan yaitu pemikiran bahwa individu disebut sebagai yang berbeda dan bagaimana individu diperlakukan berbeda dan menjadi berbeda. Seperti penerapan cap "seorang anak bandel, akan susah diatur", atau "sebutan bagi anak bodoh dan diperlakukan sebagai orang bodoh". Hal tesebut menjadi dasar bahwa seseorang yang diberikan label akan cenderung bertingkah laku sesuai apa yang dilabelkan, sehingga individu tersebut akan mengikuti cap yang diberikan padanya.

Sumber : Asiyah Jamilah, dkk, "Pengaruh Labelling Negatif Terhadap Kenakalan Remaja", vol. 14, 2020. (DOI: 10.16675/adliya.v14i1.8496).

Aletha rabbani, artikel "Teori Labeling Howard S. Becker"




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline