Lihat ke Halaman Asli

Novi De

Penulis Aktif

Sinta Obong: Narasi Cinta dan Perjuangan Hak sebagai Wujud Eksistensi Perempuan

Diperbarui: 10 Desember 2023   12:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Book. Sumber ilustrasi: Freepik

"Sesungguhnya, hidupmu tidak boleh ternoda, bahkan tidak setitik pun. Namun, pandanganmu adalah kelemahan manusia, Kangmas Rama. Kau sungguh tidak sempurna!" Pekik Sinta dalam deraian air mata.

Bagaimana kalian mengenalnya?  Sinta sang kekasih Rama atau Sinta yang menjadi tawanan Rahwana. Kisahnya sering didendangkan dalam berbagai buku maupun sanduran sastra, epos Ramayana yang merangkum kisah di kerajaan Ayodya. Diantara kisah yang menarik yang dikenang sepanjang sejarah, salah satunya yakni kisah Rama Sinta. Sepasang kekasih yang sering dijadikan simbol cinta sejati, bahkan sekarang sering dijumpai beberapa pengusaha yang menggunakan nama Rama Sinta sebagai merk andalannya. Melihat fenomena tersebut membuka beberapa pemikiran tentang eksistensi sosok Sinta yang menjadi representasi perempuan masa kini. Kesetiaan yang diuji hingga membawa Sinta dalam peristiwa 'Obong' atau justru kelemahan Rama yang memilih untuk meragukan Sinta daripada harus diragukan loyalitasnya sebagai pemimpin oleh masyarakatnya. 

Kisah Sinta Obong dan Rama ini memberikan sudut pandang yang menarik. Sinta, yang pernah diculik oleh Rahwana selama 13 tahun, harus menghadapi tidak hanya ketidakpercayaan dari Rama tetapi juga keraguan dalam benak banyak orang. Bagaimana mungkin seseorang yang pernah diculik dan diuji kesetiaannya bisa tetap setia? Keraguan Rama adalah cerminan dari pandangan masyarakat yang seringkali meragukan kesetiaan perempuan. Stereotip ini menciptakan tekanan ekstra bagi perempuan, yang sering kali harus membuktikan kesetiaan mereka berulang kali. Namun, Sinta  mengajarkan kita bahwa setiap individu berhak mendapatkan kepercayaan dan kesempatan untuk membuktikan diri. Peristiwa pembakaran diri itu sebagai wujud pembuktian bahwa Sinta tetaplah untuh dan tidak tersentuh api sedikit pun. Keraguan masyarakat terjawab dengan sempurna, namun tidak dengan bekas luka di hati Sinta. 

Harusnya hubungan yang sudah terikat dengan perjanjian di atas bumi dan di bawah langit tidak mudah digoyahkan oleh keraguan semata, namun manusia tetaplah manusia yang diliputi banyak curiga. Sinta memilih untuk meninggalkan Rama dengan menjadi pengembara, sikap itu layak mendapatkan apresiasi dari perempuan baik yang sejaman maupun setelahnya. Bagaimana tidak, peristiwa 'Obong' adalah bentuk ajang pembuktian bagi Rama, sementara hati perempuan mana yang mau dipertontonkan di depan orang banyak atas dasar tuduhan yang tidak pernah dilakukan. Dewasa ini, kita dapat belajar dari Sinta  bahwa melawan prasangka dan memberikan kesempatan untuk membuktikan diri adalah langkah awal untuk mengubah pandangan yang keliru. Perempuan memiliki kemampuan untuk menjadi pemenang, bukan pecundang, dalam urusan perasaan. Namun setelahnya berhak menentukan pilihan untuk tetap tinggal di lingkungan yang membuatnya semakin tersisihkan atau melangkah maju untuk kehidupan yang jauh lebih bermakna.

Dalam cerita cinta dan perjuangan hak Shinta Obong, kita menemukan inspirasi untuk menjadi lebih baik, lebih berani, dan lebih autentik. Kehadirannya mengingatkan kita bahwa setiap perempuan memiliki kekuatan untuk menciptakan narasi hidupnya sendiri, diwarnai oleh cinta, perjuangan hak, dan eksistensi yang penuh makna. Melalui Shinta Obong, kita diajak untuk merayakan keberagaman perempuan dan mendorong terciptanya dunia yang lebih adil dan setara. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline