Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Teror Batu Nisan

Diperbarui: 1 Februari 2017   04:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: www.savelagu.eu

Larto masih bolak-balik di ruang depan. Lelaki 70 tahunan itu tiba-tiba berubah aneh sejak kemarin. Bejo, sampai heran melihat perubahan bapaknya itu.

“Saya lihat, dari kemarin Bapak tampak gelisah. Bapak memikirkan sesuatu?” tanya Bejo heran.

“Tidak!” jawab Larto cepat.

“Atau Bapak tidak betah di sini?” pancing Bejo lagi. Bapaknya itu memang baru dua minggu berada di Jakarta, sekedar ingin menjenguk Bejo yang telah dua tahun bekerja di kota metropolitan tersebut.

Ora!”

“Lalu kenapa Bapak jadi aneh begitu?”

“Aneh bagaimana?” tanya Larto sambil mentap Bejo yang sedang menyetrika seragam kerjanya.

“Sejak pagi tadi saya lihat Bapak bolak-balik terus. Sebentar ke belakang, sebentar ke kamar, dan sebentar ke teras. Apa ada yang Bapak tunggu?” Bejo tak menghentikan kegiatannya. “Biasanya kan Bapak tidak begitu.”

“Biasanya? Biasanya kan kamu pergi kerja. Mana tahu aku suka mondar-mandir atau tidak!” jawab Larto agak ketus.

“Wah, kalau hari-hari biasa Bapak juga seperti ini, berarti itu sudah menjadi kebiasaan yang serius. Bisa jadi penyakit lho, Pak,” ujar Bejo dengan senyum ditahan.

Ngawur kowe!” Larto setengah membentak. Dengan agak kesal ia pun melangkah cepat ke kamarnya, diiringi tatapan heran Bejo. Pemuda berusia 25 tahun itu menarik napas panjang, tak habis mengerti akan perubahan bapaknya yang mendadak itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline