Lihat ke Halaman Asli

Semua Berawal dari Kita

Diperbarui: 1 Februari 2017   14:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari yang lalu, saat dalam perjalanan menuju kantor, saya bertemu rombongan petugas kebersihan sedang membersihkan got-got pinggir jalan yang penuh sampah. Mereka biasa disebut Kelompok Orange karena seragamnya berwarna orange. Alhamdulillah, senang rasanya melihat aktifitas ini. Alamat mata akan nyaman memandangi got hehe…

Sebenarnya, jika mau mengamati sekeliling, begitu banyak pelanggaran dalam hidup ini. Akibatnya bisa berupa kemacetan, banjir, penyakit dan sebagainya. Dan malangnya semua seringkali berawal dari diri kita juga.

Kita ambil contoh banjir yang sudah jadi langganan Jakarta tiap tahun. Jika musim banjir datang, hampir semua kita mengeluh. Padahal kita sendiri masih suka membuang sampah sembarangan. Habis makan permen, bungkusnya digulung kecil-kecil trus diselipin dimana aja karena gak nemu tempat sampah yang dekat. Habis pakai tissu juga begitu. Yang parah tentu aktifitas membuang sampah ke dalam kali atau sungai yang jumlahnya minimal sekeranjang sampah.

Saya sering melihat di kali dekat kantor, penduduk di pinggir kali dengan santai melempar kantong plastik berisi sampah. Gregetan sih tapi gak berdaya untuk menegur. Ntar dia melotot, “Emang siapa elo?”
 Alhasil, kali, sungai, got dan saluran air di pinggir-pinggir jalan penuh oleh sampah. Sampai saya bergumam dalam hati, ini tanggung jawab siapa sih sebenarnya? Tidakkah ketua RT atau RW melihat keadaan di lokasi mereka ‘berkuasa’ ini?

Contoh kedua, kemacetan. Salah satu titik penyebab kemacetan adalah tidak disiplinnya angkutan umum berhenti, menaikkan dan menurunkan penumpang. Salah siapa nih? Salah kita sebagai penumpang juga tentunya. Kalau kita menyetop angkutan umum di halte pasti angkutan umum itu juga berhenti di halte untuk menaikkan kita. Tapi kita sering malas untuk berjalan ke halte dan akhirnya menyetop angkutan umum sesuka hati kita. Kadang dibelokan yang ramai pun kita dengan nekat menyetop dan berlari mengejar angkot atau bis hingga menyebabkan kemacetan.

Kalau mau ngotot-ngototan, kira-kira siapa yang ngalah? Misalnya kita ngotot naik di halte, trus angkutan umum ngotot berhenti sebelum halte. Apa yang terjadi? Angkutan umum pasti akan mengalah juga. Karena dalam posisi ini, para supir itulah yang sedang mencari uang. Artinya, disini penumpang adalah raja. Perhatikan, angkutan umum itu mau lho menunggu lama di depan gang demi menunggu penumpang yang masih jauh di dalam gang, padahal orang yang ditunggu itupun belum tentu akan naik. Apalagi kita yang sudah jelas berdiri di halte menunggu angkutan umum.

Jadi itulah contoh-contoh kecil bahwa permasalahan itu seringkali berawal dari diri kita. Dari kecilnya kesadaran kita untuk disiplin. Saya salut pada almarhum guru saya yang selalu membawa kantong plastik kecil di kantong atau di tasnya, berjaga-jaga jika ia makan permen atau makanan lainnya yang menyisakan sampah sementara tidak ada tempat sampah yang tersedia di tempat ia makan. Maka kantong plastik itulah yang dijadikannya utk tempat sampah dan ia membawanya dalam tas untuk dibuang di rumahnya.

Banyak lagi contoh lainnya yang bisa kita amati. Tapi terlebih dahulu mari amati diri kita sendiri, sudah seberapa gigih usaha kita untuk tidak ikut andil dalam menimbulkan berbagai permasalahan hidup ini.

Selamat mengamati!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline