Bucket bunga, sekotak coklat serta berbagai pernak pernik hadiah mewarnai peringatan hari guru, kenaikan kelas atau momen penerimaan rapot. Terkesan hadiah sederhana namun menyimpan makna tersembunyi yang begitu kompleks dalam dunia pendidikan. Alih-alih memberikan apresiasi atas kinerja guru namun menyimpan dilema yang cukup pelik : Apakah ini apresiasi atau gratifikasi?
Beberapa waktu lalu, sosial media dihebohkan dengan berbagai konten pemberian hadiah kepada guru. Beragam opini netizen muncul menjadi bola panas yang berisi argumentasi pro dan kontra.
Sebagian netizen setuju bahwa hadiah tersebut adalah penghargaan dari orang tua terhadap kinerja guru yang telah mendidik anak bangsa, namun sebagian lainnya memberikan berbagai macam komentar pedas atas fenomena pada konten tersebut. Di berbagai percakapan media sosial, boleh atau tidaknya memberikan hadiah bagi guru, menimbulkan percakapan yang seru.
Ada yang dengan tegas mengatakan sebaiknya tidak usah karena sudah jadi tugas guru dan khawatir nanti guru jadi tidak fair alias pilih kasih, karena akan mengutamakan orangtua atau siswa yang memberi hadiah. Bagi yang setuju, hadiah diberikan sebagai bentuk apresiasi bagi bakti guru dalam mendidik anak-anak mereka dengan penuh kesabaran. Di berbagai percakapan media sosial, boleh atau tidaknya memberikan hadiah bagi guru, menimbulkan percakapan yang seru.
Ada yang dengan tegas mengatakan sebaiknya tidak usah karena sudah jadi tugas guru dan khawatir nanti guru jadi tidak fair alias pilih kasih, karena akan mengutamakan orangtua atau siswa yang memberi hadiah. Bagi yang setuju, hadiah diberikan sebagai bentuk apresiasi bagi bakti guru dalam mendidik anak-anak mereka dengan penuh kesabaran.
Hadiah yang diberikan selalu mengacu pada makna simbolis yang terkait dengan ikatan sosial antara mitra dan identitas diri pemberi dan sebagai ritual, hadiah membentuk ekspektasi dan perilaku peserta saat ini dan di masa depan. Maka dari itu, hadiah memiliki fungsi komunikatif yang penting. Ini mengirimkan pesan simbolis dari pemberi, yang diinterpretasikan oleh penerima.
Hadiah dapat digunakan secara strategis sebagai sinyal niat untuk membangun. Sebagian orang beranggapan bahwa memberikan hadiah terhadap guru akan menciderai subjektivitas guru dalam mendidik, selain itu hal tersebut termasuk pelanggaran kode etik dan dianggap sebagai gratifikasi.
Masih banyak gratifikasi dalam dunia pendidikan, khususnya yang melibatkan guru, merupakan isu serius yang dapat menggerogoti integritas dan profesionalisme seorang pendidik. Praktik pemberian atau penerimaan sesuatu yang bernilai, baik berupa uang, barang, atau jasa, dengan tujuan mempengaruhi keputusan atau tindakan dalam menjalankan tugas, seringkali menjadi godaan yang sulit ditolak.
Pemberian hadiah ini juga menjadi titik dilematis bagi moralitas guru karena diterima atau tidak akan memberikan dampak. Apabila hadiah diterima maka guru akan dianggap tidak baik, namun apabila ditolak akan muncul perasaan tidak enak atau sungkan terhadap pemberi hadiah.
Pembahasan
Gratifikasi merupakan salah satu isu sensitif yang seringkali menjerat profesi guru. Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, bahwa: "Yang dimaksud dengan "gratifikasi" dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.