Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak ragam kebudayaan salah satunya adalah folklor. Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (Endraswara, 2013). Folklor dapat berhubungan dengan kepercayaan manusia, pandangan hidup, adat istiadat, dan cara berpikir masyarakat. Karena folklor adalah bagian dari kebudayaan, maka ia harus dipandang sebagai produk budaya suatu masyarakat tertentu (Alfisyah, 2019).
Namun, pada kenyataannya saat ini kebudayaan folklor jarang diminati untuk diketahui dan dipelajari oleh masyarakat hal ini dapat dikarenakan arus globalisasi yang sangat kiat hingga menyingkirkan nilai-nilai folklor dalam masyarakat dan tergantikan oleh budaya asing yang masuk. Pada kenyataannya beberapa jenis folklor sudah mulai pudar dan diabaikan. Padahal dalam upaya menggali nilai-nilai, gagasan-gagasan dan keyakinan masyarakat pendukungnya, folklor sebagai sumber informasi kebudayaan daerah yang seharusnya tidak mungkin diabaikan (Alfisyah, 2019). Melalui folklor, anak cucu generasi selanjutnya dapat mengenal kebudayaan mereka sehingga mereka tahu akan jati diri bangsa mereka.
Masuknya era digitalisasi ke dunia pendidikan membuat antropolog berpikir menyesuaikan dengan perkembangan yang ada, khususnya dalam melestarikan budaya folklor agar dapat terus menjadi budaya yang utuh dan tidak terkikis oleh zaman. Sebagai antropolog muda, kita pasti mengetahui perkembangan zaman yang maju ini namun kita juga harus berpikir bagaimana cara agar unsur kebudayaan tidak terkikis oleh globalisasi. Generasi selanjutnya harus mengetahui asal usul kebudayaan mereka yakni melalui folklor sebagai warisan budaya yang seharusnya tetap dilestarikan.
Peran Folklor Dalam Kehidupan Masyarakat
Menurut Bascom, folklor memiliki empat fungsi, yaitu (1) sebagai sistem proyeksi artinya folklor menjadi proyeksi angan-angan atau impian rakyat, atau sebagai alat pemuasan atau pemenuhan impian masyarakat dan diyakini sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif, (2) sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan artinya folklor sering mengukuhkan pranata-pranata atau lembaga-lembaga yang ada (3) sebagai alat pendidikan artinya folklor dapat digunakan sebagai sumber pendidikan anak untuk mengetahui bagaimana asal usul kebudayaannya, dan (4) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi oleh anggota kolektifnya sebab folklor digunakan sebagai acuan yang mengandung "mitos" yang mengendalikan manusia untuk melakukan atau untuk melarang manusia melakukan sesuatu (Endraswara, 2013). Folklor memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang sangat relevan untuk mendukung kehidupan masyarakat secara kolektif, dan menjadi filter terhadap pengaruh-pengaruh negatif akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi atau era globalisasi. Folklor merupakan sebuah acuan untuk melakukan sebuah kebudayaan dalam ilmu folklor kita dapat bercermin untuk kehidupan ke depan.
Perkembangan Era Digital
Saat ini teknologi menjadi alat kehidupan utama dalam kebutuhan manusia, bahkan jika sehari saja tidak berhubungan dunia teknologi akan merasa ada yang kurang di dirinya. Era digital ini telah membuat manusia memasuki gaya hidup baru yang tidak bisa dilepaskan dari perangkat yang serba elektronik, manusia menganggap bahwa apa pun yang dilakukan dengan teknologi akan terasa lebih cepat dan mudah. Namun, tidak semua dampak yang ditimbulkan adanya era digital menjadi positif kita juga harus melihat dampaknya terutama terhadap keaslian budaya kita, dengan adanya berbagai macam kemudahan teknologi dampak yang diperoleh atas digunakannya kombinasi inovasi digital yang dihasilkan sehingga menimbulkan perubahan terhadap struktur, nilai, proses, posisi ataupun ekosistem di dalam organisasi maupun lingkungan luar organisasi (Hadiono & Noor Santi, 2020).
Lalu bagaimana jika budaya asli bangsa kita luntur bahkan hilang jika kita terus menerus menerima arus globalisasi yang dapat membawa dampak terhadap kebudayaan kita? Sebagai masyarakat yang sudah modern kita diharapkan kita cerdas memilih mana yang baik dan buruk begitu pula untuk melestarikan budaya kita agar tidak hilang. Jika kita cerdas dalam membuka inovasi maka dengan adanya era digital seharusnya tidak menjadi masalah dalam pertanahan kebudayaan. Sebagai calon antropolog muda, kita memiliki bekal untuk menciptakan inovasi baru untuk mempertahankan kebudayaan kita agar tidak hilang begitu saja sebab kebudayaan berasal dari leluhur turun temurun yang diwariskan kepada kita dengan harapan kita sebagai generasi muda dapat menjaga dan mempertahankannya bukan malah menyingkirkannya.
Peran Antropolog Muda Untuk Melestarikan Folklor
Folklor termasuk salah satu jenis budaya yang harus tetap dilestarikan sebab dengan folklor, Indonesia sangat kaya akan keberagaman kebudayaan yang menjadi ciri khasnya. Bapak Djoko Adi Prasetyo, Drs., M.Si. selaku dosen Mata Kuliah Folklor di Universitas Airlangga sering memaparkan bahwa pentingnya folklor untuk kebudayaan Indonesia dan sebagai pedoman kehidupan dalam berbudaya karena di dalam folklor mengandung nilai-nilai yang dapat direpresentasikan ke dalam nilai kehidupan. Nilai yang terkandung dalam folklor seperti cerita rakyat dapat kita teladani makna tersirat di dalamnya.
Sebagai Antropolog muda yang hidup pada zaman digital sudah seharusnya kita menciptakan sebuah inovasi agar kebudayaan folklor tidak hilang tergerus zaman yang modern. Sebagai salah satu contoh karya kolaborasi antara kebudayaan folklor dengan digital adalah pembuatan karya film berjudul Dewi Padi yakni film hasil kolaborasi antara Bapak Djoko Adi Prasetyo, Drs., M.Si. dengan pihak sinematografi dari Universitas 17 Agustus 1945 yang menceritakan tentang pemecahan kode folklor yang berhubungan dengan sistem pertanian di Jawa. Pada film tersebut pemain diperankan oleh mahasiswa Universitas Airlangga program studi Antropologi, dengan karyanya tersebut berhasil membuat film dokumenter yang berhubungan dengan folklor yang dikemas dengan modern sehingga folklor tidak hanya kebudayaan yang identik dengan kuno, jika sudah diciptakan sebuah karya maka akan membuat nilai folklor semakin berkembang. Pengemasan folklor dalam bentuk digital seperti film dokumenter dapat menjadikan folklor sebagai bentuk kebudayaan yang modern dan unik karena dikemas mengikuti perkembangan zaman dan hal ini juga dapat menjadikan generasi muda khususnya mempelajari folklor dan mau mengenal budaya mereka.
Daftar Pustaka
Alfisyah. (2019). Tradisi Makan Urang Banjar (Kajian Folklor atas Pola Makan Masyarakat Lahab Basah). Jurnal Pendidikan Sosiologi Antropologi, 1(3), 97--109.
Endraswara, S. (2013). Folklor nusantara: hakikat, bentuk dan fungsi. Folklor Nusantara: Hakikat, Bentuk Dan Fungsi, 1--298. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/dr-suwardi-mhum/folklor-nusantaradamicetak.pdf
Hadiono, K., & Noor Santi, R. C. (2020). Menyongsong Transformasi Digital. Proceeding Sendiu, July, 978--979. https://www.researchgate.net/publication/343135526_MENYONGSONG_TRANSFORMASI_DIGITAL
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H