Lihat ke Halaman Asli

Novia Wulandari Umi Fadila

Mahasiswa Sosiologi

Legitimasi Politik Bentuk Kepercayaan Penting Demokrasi dari Rakyat untuk Rakyat Dalam Pilkada

Diperbarui: 23 September 2024   09:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: RRI.co.id

Bahasan resume kali ini terkait dengan kekuasaan rezim, bahwa dalam membangun pemerintahan yang sehat sangat diperlukan yang disebut dengan legitimasi politik. Bagaimana legitimasi akan memperkuat keputusan-keputusan demokratif para pemilih PILKADA 2024 kali ini? Berikut beberapa penjelasan mengenai legitimasi dalam politik Indonesia.

Realitas yang terjadi di masyarakat dapat dikatakan bahwa penguasa atau pemilik kekuasaan dalam menjalankan kekuasaannya itu terhadap sesuatu hal yang dikuasai, perlu yang namanya legitimasi. Lantas apa sih legitimasi tesebut, dan bagaimana legitimasi dapat memperjelas kekuasaan seseorang atas hal lain yang ingin dia kuasai. Jika berbicara tentang legitimasi maka tidak jauh dengan praktik politik, para aktor politik misalnya dalam mewujudkan keinginannya untuk menjalankan roda kepemerintahan perlu memiliki legitimasi supaya bisa berjalan dengan sesuai keinginan pemilik kuasa. Legitimasi yang dimiliki oleh aktor politik seperti pejabat negara ini berasal dari masyarakat yang berada di bawah kuasanya, legitimasi dapat disebut semacam kepercayaan atau pengakuan atau keabsahan dari publik atau masyarakat akan kepemimpinan seorang pejabat sehingga para masyarakat memberikan hak suara mereka yang sekiranya akan menjadi perwakilan dalam membuat kebijakan, membuat undang-undang, hingga kepada pelaksanaannya.

Karena berkat adanya legitimasi dalam kekuasaan yang dipegang oleh seorang aktor politik, maka masyarakat yang berada dalam kuasanya harus mematuhi, menjalankan, mewujudkan apa-apa saja yang dikehendaki oleh aktor pemilik kuasa yang sudah mendapat legitimasi tersebut. Legitimasi dapat memperlancar jalur karier politik seseorang, entah itu presiden sekalipun ia harus mendapatkan legitimasi jika ingin berkuasa di masyarakat. Dalam pelaksanaan kepemimpinan ini biasa disebut dengan otoritas, sehingga legitimasi penerimaan atas otoritas seseorang. Jika itu legitimasi politik, maka dapat diartikan sebagai memimpin publik.

Dalam hal legitimasi ternyata memiliki kedudukan dan kekuatannya sendiri, untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat atau publik. Hal ini terjadi karena adanya sumber-sumber legitimasi, semakin banyak seseorang memiliki sumber lagitimasi maka ia akan semakin diakui keberadaannya di masyarakat. Akan semakin dipandang, dan kekuasaan yang dimiliki sudah tidak diragukan lagi keabsahannya. Kehadiran legitimasi politik menjadi bukti seseorang memang layak menjadi perwakilan rakyat untuk mengatur kehidupan publik dengan tujuan pembagunan ke arah yang lebih baik. Walau dalam realitanya ada saja aktor politik yang menggunakan legitimasi kekuasaan sebagai alat pemaksaan kepentingan dan keuntungan bagi pribadi/golongannya. Pembahasan legitimasi politik dalam disiplin sosiologi politik akan merujuk pada keefektifan legitimasi politik, dinamika pelaksanaan legitimasi di suatu daerah, serta efek yang ditimbulkan jika legitimasi gagal dalam suatu kekuasaan.

        Dalam pemikiran Max Weber, pengakuan terhadap legitimasi otoritas ini membuat semua perintah dari sang aktor menjadi keharusan yang ditaati tanpa adanya paksaan. Kekuasaan disini tergantung pada hubungan antara penguasa dan bawahannya di mana sesuai dengan pengakuan hak timbal balik dan tugas. Sementara itu, James C. Scott berpendapat legitimasi ini dapat diperoleh apabila sang aktor memiliki kepercayaan diri atas penggunaan kekuasaan terhadap aturan yang dibuatnya. Legitimasi bisa diperoleh melalui tiga cara, (1) simbolis, dengan menumbuhkan kepercayaan terhadap masyarakat dalam bentuk simbol yang cenderung bersifat ritualistik, sakral, retorik, dan mercusuar, (2) prosedural, menjanjikan kesejahteraan materiil kepada rakyat, dan (3) materiil, mengadakan pemilu untuk menentukan para wakil rakyat, presiden, dsb.

Max Weber mengemukakan tiga sumber legitimasi kekuasaan politik, yakni:

  • Tradisional, karena tradisi / kepercayaan / religiusitas membenarkan status kepemimpinan atau kekuasaan seseorang. Contohnya, bentuk negara kerajaan yang status kepemimpinan diberikan secara turun menurun seperti Ratu Inggris, Raja Thailand, Tetua Adat, Nabi, Kaisar Jepang yang dipercaya sebagai keturunan dewa matahari, dll.
  • Legal Rasional, karena berdasarkan prosedur yang rasional dan legal menurut peraturan yang telah ditetapkan. Contohnya pemilihan wakil rakyat yang berdasarkan kemampuan mumpuni dan latar belakang, masyarakat memberikan hak suara disertai alasan yang rasional (yang menguntungkan).
  • Karismatik, karena pancaran watak kepribadian yang luar biasa dan istimewa, misalnya kepahlawanan, keberanian, kebijaksanaan, dsb. Contohnya: Soekarno, Mahatma Gandhi.

References

Nash, Kate, and Alan Scott. The Blackwell Companion to Political Sociology. Oxford: Blackwell Publishing Inc, 2014.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline