Kebijakan tentang PSBB dan PPKM ketika pandemi covid merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengatasi pandemi covid. PSBB adalah pembatasan sosial bersekala besar yang di atur dalam PP 21 tahun 2020. Target PSBB ini adalah seluruh masyarakat, baik masyarakat awam, pekerja swasta, wirausaha maupun pegawai pemerintah. PSPB membatasi aktifitas masyarakat dalam berbagai hal. misalnya meliburkan kegiatan belajar mengajar dan beberapa perkantoran, menghentikan kegiatan di rumah ibadah, pembatasan kegiatan di fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial budaya hingga pembatasan moda transportasi. Dampak positif dari PSBB ini yaitu dapat menurunkan jumlah masyarakat yang terpapar. Namun dampak negatifnya roda perekonomian tersendat.
Pada tahun 2021, keluarlah Instruksi Mendagri NO. 1 tahun 2021 tentang PPKM yang berlaku untuk pulau Jawa dan Bali. Instruksi ini menggantikan kebijakan tentang PSBB. Pada pelaksanaan PPKM, ada beberapa poin penting yaitu membatasi perkantoran dengan menerapkan WFH(Work From Home) sebanyak 75% dan 25% WFO(Work From Office), pelaksanaan pembelajaran jarak jauh, pembatasan kapasitas pengunjung restoran yang diperbolehkan makan ditempat hanya 20%, dan pengurangan jam operasional pusat perbelanjaan yaitu hanya sampai pukul 19.00. Dampak positif dari PPKM yaitu roda perekonomian masih berjalan walaupun perputarannya pelan. Sedangkan dampak negatifnya jumlah penurunan masyarakat yang terpapar tidak begitu signivikan. Saat itu pemerintah menginginkan adanya herd immunity yang terbentuk dimasyarakat.
Ketika PSBB di berlakukan roda perekonomian sempat berhenti dan yang sangat berdampak adalah masyarakat menengah ke bawah. PSBB ini merupakan kondisi semi lockdown. Aktifitas masyarakat sangat terbatas,pemerintah memberikan bantuan berupa sembako. Sembako tersebut dianggap cukup untuk membantu masyarakat bertahan hidup. Namun kenyataannya kebutuhan masyarakat tidak hanya sembako. Diperkotaan masyarakat memerlukan Gas untuk memasak, token listrik, paket data untuk Pelajaran jarak jauh dan sebagainya. Biaya ini juga yang kurang dijangkau pemerintah. Sedangkan di daerah terpencil, yang terpengaruh adalah pembelajaran jarak jauh. Banyak warga yang hanya memiliki satu handphone sedangkan anaknya lebih dari satu. Sinyal internet juga susah menjangkau daerah terpencil. Namun dari segi kebutuhan sehari-hari mereka tidak begitu berdampak karena sudah terbiasa mendapatkan bahan makanan dari kebun sendiri.
Kondisi yang sebenarnya tidak jauh berbeda ketika diperlakukannya PPKM. Masih adanya pembatasan aktifitas masyarakat namun tidak seketat PSBB. PPKM sebagai alternatif dari pemerintah untuk menghidupkan kembali perekonomien yang sempat tersendat. Tempat wisata mulai di buka, resoran dan pusat perbelanjaan mulai banyak pengunjung. Walaupun dengan berbagai persyaratan mulai dari pembatasan kapasitas, pengunjung harus bermasker, harus scan barcode peduli lindungi bahkan ada suatu tempat yang diwajibkan mencuci tangan sebelum masuk tempat tersebut. tempat wisata dengan jumlah masyaakat yang terpapar sedikit sudah boleh dibuka. Masyarakan mulai di sarankan untuk berwisata setelah sekian lama pergerakannya dibatasi.
Kedua kebijakan tersebut memang banyak polemik. Polemik yang terjadi ini sangat dipengaruhi oleh sosial media. Mulai dari munculnya panic buying sebelum diberlakukannya PSBB, perekonomian untuk masyarakat menengah ke bawah yang semakin susah, panic attac ketika keluar rumah, PHK di beberapa perusahan dan banyaknya UMKM yang gulung tikar karena kebijakan PSBB dan PPKM. Namun ada hal positif yang diperoleh dalam kondisi ini dan sesuatu yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin. Misalnya rapat bisa dilakukan secara online dan dapat menghemat APBN, Pelajaran jarak jauh, belanja online lebih bervariasi mulai dari bahan pokok, pakaian bahkan makanan siap saji.
Alternatif solusi dari pemerintah ini menurut saya sudah merupakan keputusan terbaik dan sudah dipertimbangkan dari berbagai sektor. Indonesia tidak berani mengambil kebijakan lockdown bisa jadi karena perekonomian Indonesia tidak mampu untuk menopang kebutuhan masyarakat 100% . Disisi lain ketika lockdown perekonomian berhenti 100% juga. Jika dibiarkan mungkin Indonesia bisa bangkrut. Terlepas ada berbagai issu dan berbagai kepentingan orang tertentu yang dapat merugikan orang lain. salah satunya yaitu terjadinya kelangkaan masker sekali pakai yang menyebabkan harga masker cukup mahal. Masker merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia di era pandemi. Sebagai alternatif solusi beberapa konveksi membuat masker kain yang bisa dicuci dan digunakan kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H