Lihat ke Halaman Asli

Tambahan Baik Berupa Tunai, Benda Maupun Jasa

Diperbarui: 8 Mei 2017   22:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Riba mempunyai tinjauan filsafat tentang Riba, riba mencegah kebaikan dan meniadakan pengharapan orang-orang yang memiliki kebutuhan terhadap orang lain. Riba mengambil keuntungan dari kebutuhan terhadap orang lain. Sedangkan islam menginginkan agar manusia berbuat baik terhadap sesamanya dalam pemenuhan kebutuhan. Banyak hadist yang mengisyaratkan masalah ini. Akan tetapi, jika alasannya terbatas pada itu saja, maka tidak ada masalah dengan riba sebagai konsekuensi tindak perdagangan. Riba memutuskan keterkaitan antara kekayaan dan usaha. Orang yang memperoleh manfaat dari harta, ia telah mendapatkan kekayaan tanpa usaha. Jawabannya adalah bahwa pada dasarnya tidak ada masalah dalam ketiadaan kaitan antara kekayaan dan usaha jika tidak mengganggu hak orang lain. Jika seseorang menganggap bahwa riba adalah pemerasan, masalah ini akan di jelaskan. Selain itu juga akan di bahas mengenai pengharaman riba dalam islam. Islam telah membolehkan persewaan (ijarah) dan kerja sama (mudharabah). Di sini, pemilik harta memperoleh keuntungan dari hartanya tanpa melakukan suatu usaha, bahkan kadang-kadang harta itu  di perolehnya dari warisan. Jadi ini tidak bisa dijadikan alas an pengharaman riba dalam islam.

Dikatakan bahwa di dalam persewaan dan mudharabah tidak terjadi pemutusan keterkaitan antara kekayaan dan usaha , bahkan disini kekayaan itu berasal dari suatu usaha walaupun melalui perantara. Ada yang menjawab bahwa pembahasan ini berkaitan juga dengan masalah uang, yakni bahwa riba adalah persewaan uang. Jika uang itu sendiri adalah sah, maka persewaannya pun harus dianggap sah. Ada yang mengatakan bahwa terdapat perbedaan antara riba dan persewaan serta mudharabah. Dengan persewaan, barang yang disewakan mengalami penyusutan, sehingga uang sewa adalah harga yang dibayarkan atas penyusutan ini. Sedangkan jaminan barang adalah tanggungan pemiliknya. Jaminan dalam mudharabah pun ada pada pemilik barang. Selain itu keuntungannya tidak dijamin atau tidak di pastikan.

Jawab, bahwa perbedaan itu memang ada, namun itu tidak berarti bahwa dalam riba perolehan kekayaan  terpisah dari usaha, sedang pada persewaan dan mudharabah tidak.  Jika kekayaan diperoleh bukan dari suatu usaha, maka itu berlaku baik dalam riba, persewaan maupun mudharabah. Sebaliknya, jika kekayaan itu  di peroleh dari suatu usaha, maka di dalamnya riba, persewaan dan mudharabah pun seperti itu. Perbedaannya adalah bahwa dalam riba baik modal maupun keuntungan terjamin. Sedangkan dalam persewaaan dan mudharabah, modal tidak terjamin, terlebih lagi didalam mudharabah, yang keuntungannya pun tidak terjamin. Bahkan di dalam persewaan, modal misa mengalami penyusutan namun tidak ada perbedaaan dalam aspek yang sudah disebutkan terlebih dahulu, yakni terpisahnya keterkaitan antara kekayaan dan usaha. Karna itu bersandar pada perinsip “ manusia hanya memperoleh apa yang di usahakannya” tidaklah tepat dalam persoalan ini.

Riba menyebabkan pemilik harta tidak melakukan usaha dan menghilangkan sumber daya manusia, dan sebagai akibatnya adalah terjadinya resesi ekonomi. Betul bahwa usaha adalah kewajiban sosial bukan semata-mata kewajiban individual. Dengan usaha itu seseorang memenuhi kebutuhan materielnya: karena itu islam menuntut usaha. Akan tetapi jika kita memandang bahwa pemilikan yang melebihi kebutuhan sehari-hari manusia juga haram. Harus ada pengharaman terhadap pemilikan kekayaan yang menghidupi pemiliknya tanpa melakukan usahan. Dan harus di haramkan pula penyertaan harta itu dalam mudharabah atau menukarkannya dengan suatu yang bermanfaat. Harus ada pengharaman atas semua itu hingga memaksa aseseorang untuk berusaha dan memanfaatkan sumberdaya manusia dalam masyarakat.[1] Kurniawan Irwan, 1993, Ansuransi dan Riba, Bandung, pustaka hidayah. Hal 14-16

Hikmah diharmkannya riba. Diantara alasan yang sering di lontarkan manusia sementara orang dewasa ialah bahwa hikmah diharamkannya riba, yakni sekedar untuk mencegah penganiayaan ( perlakuan zalim ) pihak kreditor  (pemilik uang ) terhadap debuktor (peminjam) dan memerasnya melalui bank konvensional, sudah tidak ada dan tidak relevan lagi sekarang. Karena, bank-bank yang di beri pinjaman oleh nasabah untuk di investasikan posisinya kuat. Sementara pihak yang memberi pinjamanlah yang lemah, karna ia harus memiliki sedikit asset yang terbatas.

Bank menginvestasikan uang-uang nasabah kedalam proyek-proyek bisnis, industri, dan lain-lain setelah mempelajari kemungkinan dan mengadakan kajian yang matang, agar tidak jatuh kedalam kerugian. Sekalipun bank mengalami kerugian dalam suatu proyek, maka itu tertutupi oleh proyek-proyek lain yang beruntung. Sekiranya keseluruhan proyek yang dibuka itu mengalami kerugian juga akan di tutupi oleh bank sentral. [2] Al-Qardawi,2001,Hikmah PelanggaranRiba, Jakarta, akbar eka media sarana. Hal 50

Dampak Riba Pada Ekonomi

Riba (bunga) menahan pertumbuhan ekonomi dan membahayakan kemakmuran nasional serta kesejahteraan individual dengan cara menyebabkan banyak terjadinya distrosi di dalam perekonomian nasional seperti inflasi, pengangguran, distribusi kekayaan yang tidak merata, dan resersi.·

Bunga menyebabkan timbulnya kejahatan ekonomi. Ia mendorong orang melakukan penimbunan (hoarding) uang, sehingga memengaruhi peredaranya diantara sebagian besar anggota masyarakat. Ia juga menyebabkan timbulnya monopoli, kertel serta konsentrasi kekayaan di tangan sedikit orang. Dengan demikian, distribusi kekayaan di dalam masyarakat menjadi tidak merata dan celah antara si miskin dengan si kaya pun melebar. Masyarakat pun dengan tajam terbagi menjadi dua kelompok kaya dan miskin yang pertentangankepentingan mereka memengaruhi kedamaian dan harmoni di dalam masyarakat. Lebih lagi karna bunga pula maka distorsi ekonomi seperti resesi, depresi, inflasi dan pengangguran terjadi.

Investasi modal terhalang dari perusahaan-perusahaan yang tidak mampu menghasilkan laba yang sama atau lebih tinggi dari suku bunga yang sedang berjalan, sekalipun proyek yang ditangani oleh perusahaan itu amat penting bagi negara dan bangsa. Semua aliran sumber-sumber finansial di dalam negara berbelok ke arah perusahaan-perusahaan yang memiliki prospek laba yang sama atau lebih tinggi dari suku bunga yang sedang berjalan, sekaliun perusahaan tersebut tidak atau sedikit saja memiliki nilai sosial.·

Daftar Pustaka

  • Kurniawan Irwan, 1993, Ansuransi dan Riba, Bandung, pustaka hidayah.
  • Al-Qardawi,2001,Hikmah PelanggaranRiba, Jakarta, akbar eka media sarana.
  • Chaudhry,2012. Dr.Muhammad Sharif. Sistem Ekonomi Islam Prinsip Dasar. Kencana Prenada Media Group.
  • Prof.Dr.H.Rachmat Syafe’i, 2001.M.A. Fiqih Muamalah, bandung : Pustaka Setia,
  • Al- Maududi, Abul A‟la,2003. Bunga dan Riba, Jakarta: Pustaka Qalami,



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline