Lihat ke Halaman Asli

Angger-Angger Samin, Kearifan Lokal di Tengah Globalisasi

Diperbarui: 11 Januari 2021   10:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Desa selalu menarik untuk dijadikan bahan kajian karena memiliki karakteristik tersendiri baik dari segi sosial, budaya, politik dan ekonomi. Peran desa dan masyarakat desa juga begitu besar mulai dimasa feodal, kolonial, perang kemerdekaan dan pasca kemerdekaan hingga era reformasi saat ini. Perkembangan dan perubahan pun mewarnai kehidupan desa dan masyarakatnya yang disebabkan karena faktor penguasa yang silih berganti dengan berbagai kebijakannya serta masuknya arus modernisasi. Salah satunya Desa Margomulyo tempat masyarakat Samin berada.

Sejauh ini nampakya perhatian pemerintah lebih tertuju pada pembangunan fisik dengan mengabaikan kearifan lokal masyarakat mengakibatkan Indonesia mulai mengalami pergeseran tata nilai kehidupannya serta hilangnya karakter sebagai bangsa yang berbudaya. Terabaikannya nilai-nilai kearifan lokal berujung pada hilangnya semangat kebersamaan yang menjadi ciri bangsa Indonesia serta ancaman hilangnya kelestarian budaya yang ada disetiap daerah di nusantara.

Hilangnya semangat kebersamaan dan persaudaraan menjadi bibit lahirnya konflik dan disintegrasi. Hal tersebut juga didukung dengan pendapat Todaro yang mengungkapkan bahwa ada yang salah dengan paradigma pembangunan selama ini. Pembangunan dalam hal ini senantiasa menempatkan faktor ekonomi sebagai faktor utama dan mengabaikan faktor-faktor lain.

Kearifan Lokal di Tengah Globalisasi

Tantangan globalisasi yang tanpa kenal lelah secara terus menerus menawarkan perubahan gaya hidup menjadi sebuah ancaman tersendiri dalam upaya menjaga dan melestarikan nilai-nilai warisan budaya kepada generasi muda. Gaya hidup pragmatis, konsumerisme, dan hedonisme menjadi penghambat pewarisan nilai-nilai kearifan lokal kepada generasi muda. 

Menurut Suyana (2011), secara faktual dapat kita saksikan bagaimana kearifan lokal yang sarat kebijakan dan filosofi hidup nyaris tidak terimplementasikan dalam praktik hidup yang makin pragmatis.

Tulisan Boni Hargens (2011) di Kompas menyatakan bahwa arus modernisasi, liberalisasi, dan globalisasi semestinya tidak meniadakan suatu negara jatuh dalam percaturan global asal saja negara tersebut ditopang oleh identitas nasional yang kuat, tetapi juga didukung oleh ideologi dan kepemimpinan politik yang kuat.

Kita tau bahwasannya kearifan lokal merupakan hasil dari masyarakat tertentu melalui pengalaman mereka dan belum tentu dialami oleh masyarakat yang lain. Nilai-nilai tersebut akan melekat sangat kuat pada masyarakat tertentu dan nilai itu sudah melalui perjalanan waktu yang panjang, sepanjang keberadaan masyarakat tersebut (Rahyono:2009). 

Sebagai salah satu bentuk perilaku manusia, kearifan lokal bukanlah suatu hal yang statis melainkan berubah sejalan dengan waktu, tergantung dari tatanan dan ikatan sosial budaya yang ada di masyarakat. Hal tersebut juga terjadi pada masyarakat Samin di Bojonegoro yang memiliki keunikan tersendiri pada tradisinya.

Peran Elit Lokal Samin

Vifredo Pareto menggunakan kata Elit untuk menjelaskan adanya ketidaksetaraan kualitas individu dalam setiap lingkup kehidupan sosial. Menurutnya, elit merupakan orang-orang yang berhasil, yang mampu menduduki jabatan tinggi dalam lapisan masyarakat. Ia lantas menggolongkan mayarakat ke dalam dua lapisan  yakni lapisan elit dan non elit. Lapisan atas suatu kelas elite terbagi dalam dua kelompok, yakni (1) elit yang memerintah, (governing elite) dan (2) elit yang tidak memerintah (non governing elite).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline