Sore itu, dengan senyum bak layar tancep mengembang, dengan gayanya yang ga banget (bacanya dengan logat wendy cagur ya). Bocing mengandeng tangan Aya.
Sepanjang jalanan desa, banyak yang melotot, percaya tak percaya pada keajaiban yang sedang berlangsung. Sesekali Aya menghapus airmatanya. Aya masih teringat dengan kades Hans. Aya teringat jika ternyata kades mempunyai perasaan yang sama. Namun kenyataan harus berkata lain. Cinta memang harus di sejajarkan dengan kenyataan, agar tidak ingkar dari jalannya.
Namun, keromantisan Aya dan Bocing, ternyata tidak berlangsung lama. Tiba-tiba saja Aya langsung menghempaskan genggaman tangan Bocing. Dan tiba-tiba, matanya melotot hingga hampir keluar. Aya seperti sadar dari sebuah pengaruh gaib. Matanya di kucek-kucek sampai memerah, seolah tak percaya dengan sosok yang berdiri di sampingnya. Sosok yang sangat menyebalkan. Yang ahkir-ahkir ini sering datang menganggunya. Bahkan hanya dengan mengingatnya saja, sudah bisa membuat Aya muntah-muntah.(huwek)
‘ Bocinggggggg, kok pegang-pegang tangan Aya. Kembalikan rasanya. Aya ga rela. ‘
‘ Lo..lo….Aya, kok marah-marah, roman-romanan lagi yuk. Kayak tadi.’ Kata Bocing, sambil menarik tangan Aya secara paksa.
Sementara Aya, makin galak dan liar. Seperti gajah di suaka way kambas yang seminggu ga dapat jatah makan.
‘ Enak aja, ngajak Aya roman-romanan.’
‘ Hush..hussshhhh. Sana-sana.’ Tangan Aya mengkibas-kibas seperti ngusir anak ayam.
(padahal kenyataannya bocing adalah anak tuyul)
‘ Ehhhh, Aya, sini dong, Ayo, udah lupain aja si kades buruk rupa itu. Orang dia kan ga mau ama Aya. Mending ama aku aja ya. Nanti kita jalan-jalan, belanja, shopping, ntar aku belikan kerudung yang banyak dech. Aya kan kerudungnya Cuma satu aja. ‘
Tiba-tiba. ‘ Pletak.’
‘ Ga butuh, emang Aya cewek matre. Kalaupun mau matre juga Aya ga akan milih Bocing. Dasar kakek tua nakal dan genit. Dan tolong dicatet ya, Aya punya kerudung banyak. Tapi semua warna hijau. Karena aya suka warna hijau. Sekarang, ga usah ikutin Aya. Hushh…hussshhh…sana-sana.’
‘ Ayaaaaaaa, jangan usir aku. Pleasssseeeeeee.’ Bocing tetap saja mengekor di belakang Aya. Sambil narik-narik ujung jilbabnya Aya.
Sementara Aya makin mempercepat langkahnya. Bahkan setengah berlari. Bocing pun tak mau kalah. Jadilah mereka kejar-kejaran. (untung ga pake iringan musik)
Beruntung, Aya bertemu dengan kang Inin.
‘ Kang, buruan genjot ini sepeda dengan kekuatan penuh ya. Buruan. Gapake nanya.’ Tanpa menunggu persetujuan pemilik sepeda. Aya langsung saja naik membonceng. Dan dengan wajah bingung, kang Inin pun melesat mengenjot sepedanya.
Sementara Aya melesat dengan sepeda kang Inin. Di belakang Bocing mengejar dengan nafas yang ngos-ngosan. Dan dada kurusnya yang ga seksi sama sekali itu kembang kempis. (bayangin ikan yang di angkat dari air).
‘ Ayaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa…..Ayaaaaa…jangan tinggalkan aku. Ayaaaaaa.’ Bocing berteriak mengejar Aya.
Namun, entah dari arah mana, tiba-tiba ada yang melempar sepatu kea rah Bocing. Dan tepat di kepalanya.
Bocing pun berhenti. ‘ Sialan, woooyyy sapa yang lempar ini.’ tangan memunggut sepatu terbang itu dengan mata yang melotot. Bocing menoleh kanan kiri. Penasaran.
Lalu dari arah sebelah kanan, tiba-tiba muncul mbk Mahar.
‘ Aku yang lempar, kenapa, masalah buat lu.’ ( dengan logat soimah)
‘ Ganggu orang tidur aja, berisik tau, teriak-teriak.’ Jawab mbk Mahar dengan nada yang super judes dan dengan kekuatan 8 oktaf. (kalah-kalah Mariah carey)
Sementara Bocing hanya terpana dan terpaku. Melihat mantan pujaan hatinya muncul tiba-tiba. Apalagi dengan baju yang aduhai. Matanya nampak sedikit nakal saat menatap mbk mahar.(nampak burung burung manyar terbang di sekeliling kepalanya)
‘ Buggg.’ Sebuah bogem mentah tepat sasaran di pundak kirinya.
‘ Huaaddduuhhhh, apa lagi ini. Siaaapaaa yaannngggg..’ belum selesai kata-katanya ketika di lihatnya Ki Dalang sudah berada di samping Bocing.
(ngomong-ngomong kapan Ki Dalang datang ya, perasaan belum waktunya take action)
Hanya dengan mata yang melotot dari Ki Dalang. Bocing pun mundur teratur. Seperti serdadu jaman jepang. Yang akan di kebiri .(awwww bocing mau di kebiri, serem)
***
Sampailah Aya di rumahnya.
‘ Neng Aya..Kuuunna..’ kang Inin bertanya. Namun belum selesai. Mata Aya melotot dengan telunjuk di tempelkan pada bibirnya.
‘ Hushh..diam..no comment..no nanya..makasih ya udah bantuin Aya lepas dari jeratan si kakek tua nakal tadi.’ Aya langsung balik badan, ga pake noleh apalagi bayar ojek sepedanya ke kang Inin.
(terlalu)
‘ Heeeuuhhh, makin aneh wae jelema geulis iye. ‘ kang Inin ngomel sendirian. Dan balik arah sepedanya, meninggalkan rumah Aya.
Sesampainya di dalam rumah. Aya merebahkan diri, masih dengan jilbab yang berantakan. Dia mengutuk dirinya sendiri.
‘ Apes, kenapa Aya tadi mau di gandeng ama Bocing ya..’
‘ Dasar kakek tua nakal dan menyebalkan itu, selalu saja datang di saat yang tepat. Aya yakin, pasti bukan suatu kebetulan saja tadi kami bertemu di pinggir sungai Rangkat.’
' Aya yakin, pasti Bocing pake ilmu hitam. Dia selalu saja ada di manapun Aya.' kening Aya berkerut-kerut.
Tiba-tiba, Aya mengerucutkan badannya. Seperti sedang merasakan sesuatu yang menjijikan.
‘ Ahhhhh….ini pasti baunya Bocing, kecut banget siiich, hhiiiiiihhhh.’ Hidung Aya mengendus-gendus bajunya sendiri.
Aya pun cepat-cepat beranjak dan bergegas ke kamar mandi. Namun tiba-tiba, ponselnya berbunyi.
Di layar tertera nama Bocing.
‘ Iiiii, males banget dech ama si kurus kerempeng itu, ngapain telpon-telpon.’
‘ Bodo ahh, biarin aja dia telp ampe kondean tangannya. Aya ga akan angkat. ‘
Ayapun berlalu, bergegas mandi. Demi menghilangkan bau badannya Bocing yang nempel di badannya Aya.
( buset, kira-kira Bocing makannya apa ya, ampe keteknya bau banget)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H