Mungkin aku akan merasa lebih beruntung ketika rasa lelah sudah hinggap sempurna di bahuku. Karena dengan begitu aku bisa menjawab semua tanya mengapa aku memilihmu yang tak sempurna
Bahwa ternyata tidaksempurnanya dirimu adalah jawaban dari semua pertanyaan mereka selama ini
Ketika akalku terserak bak jerami kering di pematang sawah, maka kaulah yang memungutiku kemudian menatanya teratur di atas balai-balai lumbung padi. Menjadikanku nampak lebih berguna.
Ketika hariku porak-poranda tersapu badai kekesalan, maka kau yang tidak sempurna, menyempurnakannya dengan bahu yang siap menopang kepalaku.
Ketika sepasang langkahku memilih berhenti melangkah, karena kadar pesimis yang maksimal. Maka kedua lenganmu yang tak sempurna, menopang dan memelukku. Mengatakan bahwa melangkah hanya membutuhkan keyakinan dan tekad. Jadi melangkahlah dengan keyakinan dan tekad yang kuat, maka hasil akhirnya adalah kemenangan. Pesanmu.
Aku hanya butuh menjadi lelah, lelah mencari yang sempurna menurut pendapat beberapa orang-orang.
Yang katanya, hidupku hanya akan makin berwarna jika seorang lelaki memiliki bahu dan tubuh yang tegap dan rupawan.
Yang katanya, senyumku akan selalu terkembang jika seorang lelaki mampu memaksimalkan kebutuhan seorang wanita.
Yang katanya, tubuh indahku ini lebih pantas disandingkan dengan tubuh elok setara dewa penghuni Olimpus.
Yang-katanya-yang-katanya-lainnya.
Dan pada titik lelahku hari ini. Aku makin mampu memaknai betapa ketidaksempurnaanmu di mata orang-orang sekitarku, hanyalah sebuah ilusi.
Betapa mata mereka hanya condong pada sesuatu yang dianggap sesuai dengan teori ilmu pasti dan ilmu logika.
Teorinya lembut, logikanya harus bersanding lembut juga.
Teorinya indah, logikanya harus bersanding indah juga.
Dan teori-teori dan ilmu-ilmu pasti lainnya yang begitu mencibir, betapa tidak sempurnanya dirimu untukmu.
Sementara caramu mencintai aku begitu sempurna. Sempurna karena ada kenyamanan di sana. Sempurna karena ada kesabaran yang menenangkan amarahku. Sempurna karena pada detik waktu yang kulewati, aku enggan beringsut dari sisimu.
Pada akhirnya, rasa lelahku yang kerap mencari yang sempurna terpatahkan di satu titik, kamu.
Ya, kamu, titik yang tengah kutuju sekarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H