Lihat ke Halaman Asli

Padatnya Lalu Lintas di Ibu Kota Jakarta

Diperbarui: 16 April 2016   08:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak negara di dunia yang penduduknya sebagian besar memiliki kendaraan beroda empat. Salah satunya adalah Negara Indonesia. Sebagai Ibu Kota negara, Jakarta memiliki penduduk terpadat dibandingkan di wilayah lain. Jakarta sebagai Ibu Kota menjadi pusat Pemerintahan dan pusat Perindustrian.

Banyaknya pengusaha yang berdomisili di Jakarta, sehingga banyak lahan di Jakarta saat ini di buat menjadi Apartement. Bahkan banyak lahan dibuat menjadi perumahan minimalis atau di sebut juga cluster. Dimana hampir di setiap rumah memiliki kendaraan bermotor masing-masing seperti mobil dan motor. Beberapa ada yang memiliki lebih dari 2 kendaraan bermotor.

Tekadang di dalam satu keluarga dengan alasan mempunyai keperluan masing-masing sehingga mereka harus membawa kendaraannya sendiri, tidak dapat berpergian pada waktu yang bersamaan. Sehingga kemacetan di jalan raya pun muncul.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kemacetan. Mulai dari di berlakukannya 3 in 1 yang dimulai dari jam 07.00 sampai 10.00 dan jam 16.30 sampai 19.00. Dengan 3 in 1 itu pun masih belum berhasil, kemacetan masih terus terjadi bahkan bertambah parah karena adanya Jasa Joki 3 in 1. Sehingga pengendara mobil tidak perlu repot membawa mobilnya tanpa penumpang.

Selain 3 in 1 ada juga Transjakarta sebagai solusi untuk mengurangi kemacetan. Namun pada kenyataannya Transjakarta juga tidak membantu banyak dalam mengurangi kemacetan. Karena kurangnya armada, masih banyak masyarakat yang memilih membawa kendaraan pribadi seperti motor. Karena untuk tujuan tertentu waktu tempuh lebih cepat di bandingkan Transjakarta.
Namun, Singapura adalah pengecualian terhadap masalah-masalah traffic jam tersebut. Hampir tidak ada kemacetan dan udaranya bersih. Sebagai contoh, bila kita ingin pergi ke bandara, kita hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk mencapainya. Ini merupakan hasil dari berjalannya program kerja pemerintah Singapura. Pemerintah Singapura mengambil kebijakan dalam peraturan terkait memiliki dan mengendarai mobil. Langkah yang mereka ambil yaitu membuat izin untuk memiliki dan mengendarai mobil dengan tarif yang cukup tinggi.

Pendaftaran jumlah kendaraan baru dikendalikan dengan adanya pembelian sertifikat hak kepemilikan kendaraan bermotor yang berlaku selama 10 tahun. Harga Certificate of Entitlement (COE) atau sertifikat hak kepemilikan kendaraan bermotor roda empat, mulai dari 74.690-78.712 dolar Singapura atau setara Rp 732 juta-Rp 771,4 juta. Untuk motor senilai 1.757 dolar Singapura atau setara Rp 17,2 juta per 10 tahun.

Maka dari itu kemacetan di Singapura sangat jarang terjadi. Bagaimana dengan negara kita yang notabene gaya hidup kaum borjuisnya bermewah-mewah. Karena dengan memilki mobil banyak mereka sangat bangga dapat memperlihatkan kemampuan mereka di kelasnya.
Sebaiknya, kita mencari cara baru untuk menengahi semua permasalahan ini. Sehingga masalah kemacetan di Ibu Kota ini bisa teratasi. Tidak hanya dari Pemerintah, namun juga dari warga yang tinggal di Jakarta itu sendiri.

 

Dwi Noviyanti

Mahasiswa IISIP Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline