Abstrak
Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5% dan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% di tahun 2025 merupakan kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk mendukung keseimbangan pendapatan dan pembiayaan negara. Namun, dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia, khususnya di Kota Serang, Banten, memunculkan tantangan baru. Penyesuaian UMP bertujuan untuk meningkatkan daya beli pekerja, tetapi kenaikan PPN berpotensi membebani rumah tangga, terutama pada kelompok berpendapatan rendah. Kebijakan ini memerlukan strategi pendukung seperti insentif bagi pelaku usaha dan pengendalian inflasi agar tidak memperburuk daya beli masyarakat serta meminimalkan dampak negatif pada sektor ekonomi lokal.
# Pendahuluan
Peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5% dan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% di tahun 2025 menjadi isu strategis dalam kebijakan ekonomi nasional. Pemerintah mengklaim bahwa kebijakan ini mencerminkan upaya menciptakan keseimbangan antara kebutuhan pekerja untuk memperoleh upah yang layak dan tanggung jawab fiskal negara untuk mengamankan pendapatan. Namun, kebijakan ini memunculkan tantangan signifikan bagi kesejahteraan masyarakat, terutama kelompok berpendapatan rendah dan masyarakat di daerah dengan tingkat daya beli rendah, seperti Kota Serang, Banten.
Kenaikan UMP sebesar 6,5% bertujuan menjaga daya beli masyarakat yang terdampak inflasi tahunan. Di sisi lain, kenaikan PPN hingga 12% menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara sesuai amanat Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Namun, efek domino dari kebijakan ini dikhawatirkan akan membebani rumah tangga berpenghasilan rendah yang sebagian besar pengeluarannya dialokasikan untuk kebutuhan pokok【7】【8】【9】.
Di Kota Serang, yang didominasi sektor industri dan pekerja informal, kebijakan ini akan memiliki implikasi unik. Dengan kenaikan harga barang yang dipengaruhi peningkatan PPN, kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar kemungkinan akan tergerus, meskipun ada tambahan pendapatan dari kenaikan UMP. Selain itu, sektor usaha lokal dapat menghadapi tekanan dari kenaikan biaya tenaga kerja yang berpotensi mengurangi daya saing mereka di pasar nasional maupun internasional【8】【9】.
Isu ini menjadi sorotan serikat pekerja dan pelaku usaha. Serikat buruh menganggap kenaikan UMP tidak cukup signifikan untuk menutupi dampak inflasi dan kenaikan PPN, sedangkan pengusaha mengkhawatirkan kenaikan biaya operasional yang dapat memicu pengurangan tenaga kerja melalui Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Pada akhirnya, situasi ini dapat memperburuk masalah ketenagakerjaan dan ketimpangan sosial di Indonesia【7】【9】.
Pendahuluan ini bertujuan memberikan tinjauan awal tentang dampak kebijakan ekonomi tersebut terhadap masyarakat Kota Serang, Banten, dengan memadukan analisis data dan pandangan dari berbagai pemangku kepentingan. Kajian ini penting untuk memahami sejauh mana kebijakan ini dapat memengaruhi kesejahteraan masyarakat serta memberikan rekomendasi solusi untuk memitigasi dampak negatifnya.
# Metode Penelitian
Penulisan artikel ini menggunakan metode deskriptif-analitis dengan pendekatan kualitatif. Metode ini dilakukan untuk memahami dan menganalisis dampak kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5% dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia, khususnya di Kota Serang, Banten. Berikut adalah langkah-langkah yang ditempuh:
1. Pengumpulan Data Sekunder