Lihat ke Halaman Asli

Yulianus Magai

Jurnalis mudah Papua

Ini 6 Kesaksian Suku Aywu di Sidang Melawan Perusahaan Sawit

Diperbarui: 12 September 2023   22:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Aksi Damai dengan agenda Penolakan SK Nomor 82 Tahun 2021 di halaman Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Propinsi Papua/dokpri

Jayapura,  Pada prinsipnya penerbitan Surat Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua Nomor 82 Tahun 2021 Tentang Kelayakan LIngkungan Hidup Rencana Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Dengan Kapasitas 90 Ton TBS/Jam Seluas 36.094,4 Hektar Oleh PT Indo Asiana Lestari Di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua Tertanggal 02 November 2021 telah menuai protes dari Masyarakat Adat Awyu khususnya Pemimpin Marga Woro. Untuk itu kami minta supaya segera Cabut Hal ini dikatakan ketua koalisi peduli masyarakat adat suku Aywu juga sebagai direktur LBH Papua Emanuel Gobai, kepada  Selasa (12/9/2023).

Berkaitan Gugatan Pimpinan Marga Woro di PTUN Jayapura, lebih lanjut nya, Gobai Mengatakan "Pada perkembangannya ada beberapa pihak yang melibatkan diri sebagai Gugatan Intervensi. seperti Walhi Nasional, dan Pusaka Bentala Rakyat yang melibatkan diri sebagai Penggugat, Intervensi sementara PT.Indo Asiana Lestari sebagai Tergugat Intervensi. Sampai saat ini, proses persidangan telah dilakukan sebanyak 20 (dua puluh) kali terhitung pertanggal 7 September 2023 dimana telah memasuki agenda Pembuktian," jelasnya.

Dalam pembuktian, kata dia "kuasa hukum Penggugat mengajukan 92 (Sembilan puluh dua) alat bukti surat sementara kuasa hokum Tergugat mengajukan 31 (tiga puluh satu) alat bukti surat. Berkaitan dengan Alat Bukti Saksi kuasa hokum Penggugat, Penggugat I Intervensi dan Penggugat II Intervensi menghadirkan 6 (Enam) orang saksi, 1. Kasimilus Awe, 2. Arief Rossi, 3. Antonia Noyagi, 4. Tadius Woro, 5. Yustinus Bung dan 6. Rikarda Maa," Ujarnya.

Sementara Kuasa Hukum Tergugat mengatakan, bahwa tidak akan menghadirkan Alat Bukti Saksi sedangkan Kuasa Hukum Tergugat Intervensi mengatakan sedang berusaha untuk menghadirkan Alat Bukti Saksi.

Untuk diketahui keenam saksi fakta yang dihadikan oleh Kuasa Hukum Penggugat, Penggugat I Intervensi dan Penggugat II Intervensi telah memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai termuat dibawah Berikut adalah Kesaksian 6 saksi yang hadir di sidang.

Pertama Saksi KASIMILUS AWE mengatakan saksi ikut dalam pertemuan yang diselenggarakan di Rumahnya Fabianus Senfahagi selaku Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Boven Digoel dimana dalam pertemuan itu saksi diminta untuk datang, duduk, dengar dan pulang. Selanjutnya saksi juga mengatakan bahwa sebagai jawaban dari Aksi Demostrasi ke DPRD, Bupati dan Kantor PMPTSP Kab Boven selanjutnya digelas medias. Proses mediasi permasalahan penolakan perusahaan PT Indo Asiana Lestari (IAL), pihak pemerintah Kepala Distrik Fofi meminta difasilitasi Kepolisian Resor (Polres) Boven Digoel dan berlangsung di Kantor Polres.

Kasmilus menjelaskan dalam pertemuan "Mediasi di Kantor Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu atau SPKT Polres Boven Digoel pada 16 November 2020. Saat itu, Kepala distrik mengajak masyarakat yang pro perusahan hadir dengan membawa alat tajam, berdiri di depan SKPT. Saya hadir bersama kepala suku dijemput oleh polisi. Saat saya bicara, saya diminta untuk berhenti berbicara. Ada suara bentakan dari masyarakat yang pro perusahan. Pihak kepolisian dan kepala distrik meminta kami menandatangani surat persetujuan menerima perusahaan. Kepala Suku Awyu Igedinus Pius Suam menandatangani karena dalam situasi tekanan, ada ancaman". Kasmilus menyatakan sejak awal masyarakat adat marga Abubhadi menolak kehadiran PT Indo Asiana Lestari. Kasmilus menyatakan penolakan itu didasari alasan bahwa kehadiran perusahan akan menghilangkan sumber penghidupan dan hak ulayat Suku Awyu.

Kedua Saksi ARIEF ROSSI menegaskan bahwa proses pemetaan partisipatif itu dilakukan sejak 2019 hingga 2021. Menurutnya, pemetaan partisipatif merupakan pemetaan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap hak ulayat dan untuk kepentingan pengakuan hak ulayat masyarakat adat. Arief menjelaskan. "Kami memandu masyarakat membuat peta sketsa [yang] digunakan untuk melakukan survei tempat penting dan batas-batas wilayah. Setelah peta sketsa dibuat, kami membentuk tim untuk melakukan pemetaan, mengambil titik koordinat [di batas adat seperti] di kali, sungai, hutan dan tempat penting lainnya". Menurut Arief, semua data titik koordinat yang diambil sesuai arahan masyarakat adat marga Woro itu kemudian diolah secara digital melalui aplikasi ArcGIS. Hasil pengolahan itu menunjukkan peta lahan masyarakat adat marga Woro tumpang tindih dengan lahan konsesi perusahaan PT Indo Asiana Lestari. Luasan lahan yang tumpang tindih itu mencapai 2.014 hektare. "Lahan warga Woro di-overlay atau ditumpang susun lahan konsesi perusahaan. [Ada tumpang tindih] 2.014 hektare lahan adat masyarakat adat Woro dengan [konsesi] PT IAL".

Ketiga Saksi ANTONIA NOYAGI mengatakan kehidupan masyarakat adat Suku Awyu sangat bergantung terhadap hutan dan tanah. "Biasa berkegiatan di hutan pangkur sagu, berburu, memancing, dan cari kayu gaharu. [Saya] cari kayu gaharu untuk biaya pendidikan anak-anak, menjualnya ke kios-kios terapung. [Saya] punya anak sembilan, ada yang sudah tamat SMA, sudah jadi tentara, dan ada yang kuliah di Jakarta. Mama sendiri yang biaya,". Noyagi juga mengatakan ia tidak pernah diundang dalam acara sosialisasi atas terkait kehadiran perusahan sawit PT IAL. "[Saya] tidak tahu perusahan PT Indo Asiana Lestari". Noyagi mengatakan "[Kami] tidak menerima kehadiran perusahan sawit. Kami ambil sagu,ikan, daging dari hutan. [Saya] terlibat dalam penolakan perusahan, dan menanam patok adat, patung salib [di sana]," katanya.

Keempat Saksi TADIUS WORO mengatakan Tidak pernah ada sosialisasi akan kehadiran perusahan. Tidak ada pertemuan apapun terkait kehadiran perusahan, baik dari perusahaan, maupun pemerintah di Kampung Yare. [Saya] pernah dengar [ada] perusahaan, tetapi tidak pernah lihat kantornya ada di mana". Woro menyatakan masyarakat adat memberi kuasa kepada Hendrikus Woro untuk melakukan gugatan TUN terhadap izin kelayakan lingkungan yang diterbitkan DPMPTSP Papua kepada PT IAL. Ia juga bersaksi bahwa masyarakat adat sudah melakukan upacara adat penancapan salib atau patok adat di lokasi hak ulayat masyarakat adat, sebagai bentuk penolakan terhadap PT IAL. Woro mengatakan tanah dan hutan merupakan warisan leluhur Suku Awyu yang harus dijaga, dilindungi dan dirawat. "Kegiatan berburu babi, memancing, pangkur sagu. Kami hidup dari alam. Jadi kami tidak bisa kasih [tanah] kepada perusahaan. Saya tidak bisa kasih hutan ke perusahaan. Saya hidup dari hutan," katanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline