Apakah kalian mengetahui apa itu stereotip? Stereotip merupakan impresi tetap dari kata tersebut yang berasal dari proses percetakan, dimana jajaran baris huruf cetak menempel pada pelat (John Hartley, 2010: 287). Stereotip juga dapat dimaknai sebagai persepsi terhadap objek, individu maupun kelompok yang bersifat kaku atau tidak dapat diubah (J.p Chaplin, 2004: 485).
Stereotip ini dapat terbentuk dari lingkungan dalam memandang suatu hal. Dalam budaya Indonesia yang berbeda satu dengan lainnya tentu saja terdapat stereotip yang sudah ada sejak lama.
Seperti yang disampaikan oleh oleh Bapak Norbetus Ribut Santoso SS, MA, yang merupakan dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Beliau saat ini sedang mengemban tugas belajar di University of The Philippines Diliman. Beliau menjelaskan mengenai stereotip orang Filipina terhadap orang Indonesia. Stereotip yang ada pada orang Filipina bahwa semua orang Indonesia beragama Islam.
Baron dan Byrne (2004, h. 213), mendefinisikan bahwa prasangka biaasanya bersifat negatif terhadap kelompok tertentu. Sebagai contohnya, saya yang merupakan mahasiswa dari luar pulau Jawa yang memiliki stereotip mengenai bahasa Jawa pasti selalu lembut dan halus. Tetapi, saat saya mulai berkuliah tentu saja kita bertemu banyak orang dari daerah dan juga budaya yang beragam.
Baca juga : Straight Edge: Perlawanan Terhadap Streotipe Buruk Masyarakat
Salah satunya teman dekat saya yang berasal dari Malang. Ia sering menyapa saya menggunakan kata ‘jancuk’ atau ‘cuk’. Stereotip yang sudah terbentuk mengenai kata itu cenderung negative sehingga saya sedikit terkejut.
Setelah saya melihat pada kenyataan yang ada, sebenarnya kata tersebut adalah kata panggilan yang menunjukan kedekatan antara seseorang dengan temannya. Kata tersebut bisa saja bermakna ganda, baik negatif maupun positif.
Baca juga : Benarkah Kajian Kultural Komunikasi Mampu Menjamin Keselarasan Interaksi Antar Budaya?
Hal itu tergantung dari konteks penggunaan kata tersebut. Contohnya seperti, saat kita menyapa teman dekat tentu saja kata tersebut bermakna positif karena menunjukkan keakraban. Berbeda saat kita menggunakan kata tersebut dalam keadaan marah, kecewa, ataupun kesal, kata tersebut bisa menjadi sebuah kata umpatan yang bermakna negatif.
Peran Komunikasi Antar Budaya
Mempelajari komunikasi antar budaya membantu untuk menghindari konflik yang muncul ketika berkomunikasi dengan orang yang berbeda budaya. Komunikasi antar budaya juga dapat membantu menjelaskan bagaimana stereotip dapat terbentuk. Selain itu, membantu meluruskan stereotip atau pandangan yang keliru mengenai budaya tersebut.
Menurut Larry A. Samovar dan Richard E.Porter (2017, h.25), komunikasi antar budaya adalah hubungan antar individu-individu yang berbeda budaya, suku bangsa, etnik, ras, dan sosial
Baca juga : Prinsip Komunikasi, Mendekatkan yang Jauh dan Mengakrabkan yang Dekat
Hubungan komunikasi dan budaya tidak dapat dipisahkan karena budaya memiliki cara berkomunikasi yang berbeda-beda. Dalam melakukann proses komunikasi tidak dapat dipisahkan dari budaya mereka.
Contohnya dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Setiap proses komunikasi adalah bagian dari budaya yang tentunya dipengaruhi oleh persepsi pada diri sendiri dan oran lain, pandangan pada dunia, nilai, , organisasi sosial, kepercayaan (Liliweri, 2009).