Teknologi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Adanya teknologi membantu untuk memfasilitasi komunikasi, interaksi, dan berbagi ide antarindividu di seluruh dunia. Salah satu bidang yang semakin berkembang berkat kemajuan teknologi ini adalah dunia kuliner. Berbagai platform media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube memberikan ruang bagi para penggiat kuliner untuk menampilkan kreativitas mereka serta memberikan kemudahan untuk berbagi resep dan berinteraksi dengan audiens mereka. Dalam konteks ini, teori Marshall McLuhan tentang "medium is the message" memberikan perspektif yang menarik untuk memahami bagaimana media sosial bukan hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai ruang yang mempengaruhi cara orang menciptakan dan berinovasi dalam dunia kuliner.
Sions of Man (1964), berpendapat bahwa teknologi media memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan budaya manusia. Menurut McLuhan, media adalah "pesan" itu sendiri, artinya cara kita berinteraksi dengan teknologi akan mengubah cara kita berpikir, berperilaku, dan bahkan berkreasi. Dalam konteks kuliner, media sosial menjadi lebih dari sekadar platform untuk berbagi gambar atau video, media sosial menjadi madah yang mempengaruhi cara para chef, food blogger, dan penggemar kuliner berinteraksi dengan makanan dan cara mereka berkreasi.
Media sosial seperti Instagram dan TikTok telah memberikan ruang bagi individu untuk tidak hanya mengonsumsi konten kuliner, tetapi juga untuk berpartisipasi dalam proses kreatif. Melalui fitur-fitur seperti Instagram Stories, Reels, atau TikTok Challenges, pengguna dapat mengabadikan eksperimen kuliner mereka, memperkenalkan ide baru, dan mendapatkan umpan balik dari audiens secara langsung. Hal ini menjadikan media sosial sebagai ruang interaktif yang mendorong kreativitas dan kolaborasi. Dalam pandangan McLuhan, media sosial sebagai wadah untuk memperluas pengalaman manusia dengan cara yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan, seperti berbagi resep secara real-time atau mendemonstrasikan teknik memasak yang sebelumnya terbatas pada ruang dapur pribadi.
Salah satu unsur yang diperkenalkan McLuhan adalah pentingnya media visual dalam komunikasi. Melalui foto dan video yang ditampilkan di media sosial, berbagai elemen visual seperti warna, tekstur, dan penyajian dapat disorot untuk menarik perhatian audiens. McLuhan berargumen bahwa media visual (seperti foto atau video) mengubah cara kita memahami pesan, termasuk dalam hal makanan. Makanan yang sebelumnya hanya berfungsi sebagai kebutuhan biologis, kini telah berkembang menjadi karya seni yang bisa dinikmati oleh mata sebelum dinikmati oleh lidah.
Penggunaan foto makanan yang artistik misalnya telah menjadi tren di kalangan pengguna media sosial. Tak jarang, makanan disajikan dengan cara yang sangat menarik secara visual, bahkan menciptakan tren kuliner baru. Oleh karena itu, media sosial tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk berbagi pengalaman kuliner, tetapi juga sebagai alat untuk mengkomunikasikan inovasi visual yang mendorong orang untuk berkreasi lebih jauh dalam penyajian dan pembuatan makanan.
Media sosial memungkinkan kolaborasi yang lebih mudah dan lebih cepat antara individu-individu dari berbagai latar belakang. Dalam dunia kuliner, ini tercermin dalam cara orang berbagi resep, teknik memasak, dan ide-ide baru melalui kolaborasi online. Misalnya, para chef atau food influence sering kali mengadakan tantangan atau kompetisi memasak yang melibatkan partisipasi audiens yang selanjutnya dapat menginspirasi lebih banyak orang untuk mencoba resep atau teknik baru.
Media sosial juga memungkinkan adanya pertukaran budaya kuliner yang sebelumnya terbatas oleh geografis. Seseorang di Indonesia misalnya dapat mempelajari masakan khas dari negara lain melalui tutorial atau video yang diunggah oleh kreator konten dari negara tersebut. Dalam hal ini, media sosial bertindak sebagai jembatan yang menghubungkan berbagai tradisi kuliner dunia dan menciptakan ruang baru untuk eksperimen kuliner global.
Media sosial tidak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tetapi juga meresap ke dalam kehidupan sehari-hari kita. Hal ini terlihat jelas dalam dunia kuliner di era digital. Media sosial memungkinkan orang untuk melihat makanan dari berbagai perspektif, tidak hanya sebagai konsumsi, tetapi sebagai bagian dari budaya dan identitas pribadi. Melalui lensa teori Marshall McLuhan, media sosial dapat dipahami sebagai ruang interaktif yang telah mengubah lanskap kreativitas kuliner. Bukan hanya sebagai alat untuk berbagi gambar atau video, media sosial kini berfungsi sebagai ruang yang memperluas cara orang berkreasi, berkolaborasi, dan berinovasi dalam dunia kuliner. Melalui kemampuan untuk menyajikan makanan secara visual, menghubungkan berbagai tradisi kuliner, dan menciptakan ruang untuk kolaborasi kreatif, media sosial berperan penting dalam meningkatkan kreativitas kuliner di seluruh dunia. Sebagai media yang terus berkembang, media sosial akan terus membentuk cara kita mengkonsumsi dan menciptakan makanan di masa depan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI